> >

Pakar Hukum: Putusan PN Jakarta Pusat soal Tunda Pemilu Berpotensi Ciptakan Kekacauan

Rumah pemilu | 3 Maret 2023, 10:27 WIB
Ilustrasi - Pemilu 2024 (Sumber: Kompas.com)

JAKARTA, KOMPAS TV - Pakar Hukum Tata Negara dan Konstitusi dari Universitas Muslim Indonesia Fahri Bachmid menyebut, bila putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang memenangkan gugatan Partai Prima untuk menunda tahapan Pemilu 2024 diterapkan berpotensi menciptakan kekacauan ketatanegaraan. 

"Gugatan Partai Prima dengan nomor register 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst, tersebut bercorak ultra vires dan potensial menciptakan kekacauan ketatanegaraan," kata Fahri dalam keterangan tertulis, Jumat (3/3/2023). 

Baca Juga: PN Jakpus Menangkan Gugatan Partai Prima, Istana Minta KPU Tetap Lanjutkan Tahapan Pemilu 2024

Ia menjelaskan, berdasarkan desain konstitusional yang berlaku sesuai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terbagi menjadi tiga jenis pelanggaran, yaitu pelanggaran administratif, pelanggaran kode etik dan pelanggaran pidana. 

"Sedangkan untuk sengketa terbagi menjadi dua yaitu sengketa proses dan sengketa hasil. Secara teknis sesungguhnya UU Pemilu telah mengkonstruksikan saluran hukum penyelesaian jika terdapat permasalahan berupa "dispute" baik pelanggaran maupun sengketa,” katanya.

Fahri menyebut, secara spesifik UU Pemilu memberikan otoritas yang berbeda-beda sesuai dengan kompetensinya dalam penyelenggaraan pemilihan umum kepada Bawaslu, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Pengadilan Negeri (PN), Mahkamah Agung (MA) dan Mahkmah Konstitusi (MK) serta Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Menurut dia, penyelesaian sengketa proses pemilu merupakan kewenangan dari Bawaslu dan PTUN sebagaimana diatur dalam ketentuan norma Pasal 467 ayat (1) yang mengatur (1) Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kabupaten/Kota menerima permohonan penyelesaian sengketa proses Pemilu sebagai akibat dikeluarkannya keputusan KPU Keputusan KPU Provinsi, dan keputusan KPU Kabupaten/Kota.

“Dengan demikian, karakter dari perkara yang diputus oleh PN Jakarta Pusat ini sesungguhnya adalah masuk pada ranah perkara sengketa, yang tentunya merupakan yurisdiksi atau kompetensi absolut dari PTUN, bukan PN Jakarta Pusat." 

"Sehingga hemat saya, putusan ini dapat dikualifisir sebagai "never existed" oleh karena hakim mengokupasi kewenagan kekuasaan lembaga peradilan lain,” ujarnya

Ia menilai, putusan pengadilan ini jika diterapkan, konsekensinya sangat serius, yaitu kekuasaan pemerintahan, baik presiden maupun lembaga-lembaga negara lainya seperti DPR, DPD, MPR, akan kehilangan legitimasinya, karena pesta demokrasi tidak dapat diselenggarakan sesuai agenda konstitusional. 

Penulis : Fadel Prayoga Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Kompas TV


TERBARU