Penanganan Kasus HAM Berat Tak Mengacu KUHP yang Baru, Tak Ada Masa Kedaluwarsa
Hukum | 14 Desember 2022, 10:20 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV – Masa kedaluwarsa kasus pelanggaran hak asasi manusia berat masa lalu tidak berlaku. Hal ini menyusul penanganan kasus tersebut tetap mengacu pada Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, bukan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru.
Melansir dari Kompas.id, dalam jumpa pers di Jakarta, Senin (12/12/2022), Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Edward Omar Sharif Hiariej meyakinkan, penanganan pelanggaran HAM berat tetap mengacu pada UU Pengadilan HAM.
Ia memaparkan, delik pelanggaran HAM berat yang diadopsi pengaturannya dari UU Pengadilan HAM ke dalam KUHP baru hanya dua kejahatan inti atau core crimes, yaitu genosida dan kejahatan kemanusiaan.
Baca Juga: Sederat Pasal Kontroversial di KUHP Baru, Sudah Disahkan DPR
Sedangkan terkait berat dan ringannya hukuman bagi pelaku pelanggar HAM disesuaikan dengan modified delphi method atau metode penentuan saksi pidana dengan mengumpulkan pendapat dari para ahli.
“Oleh karena itu, pengaturan yang bersifat khusus terkait pelanggaran berat HAM akan tetap mengacu UU Pengadilan HAM, yaitu tidak ada kedaluwarsa dan berlakunya retroaktif (masa surut),” tandas Edward.
Baca Juga: Sederat Pasal Kontroversial di KUHP Baru, Sudah Disahkan DPR
Pernyataan Edward Omar Sharif Hiariej itu untuk menjawab kecemasan sebagian masyarakat sipil. Komnas HAM, misalnya, menyoroti potensi pelemahan pidana pelanggaran HAM berat dalam Rancangan KUHP yang telah disetujui disahkan menjadi undang-undang, 6 Desember lalu.
Dalam UU itu, pidana penjara yang dikenakan untuk pelaku pidana berat pada HAM, seperti genosida, hanya diancam paling sedikit lima tahun dan paling banyak 20 tahun. Sedangkan dalam UU Pengadilan HAM diatur hukuman penjara minimal 10 tahun dan maksimal 25 tahun.
Penulis : Fransisca Natalia Editor : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas.id