> >

Demokrat Sebut Isu Reshuffle Kabinet sebagai Bentuk Intimidasi ke Salah Satu Parpol

Politik | 14 Oktober 2022, 11:30 WIB
Juru bicara DPP Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra di DPP Partai Demokrat, Jakarta Pusat, Kamis (29/9/2022). (Sumber: Fadel Prayoga/Kompas TV)

JAKARTA, KOMPAS TV - Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra menyebut sinyal Presiden Joko Widodo atau Jokowi melakukan reshuffle Kabinet Indonesia Maju sebagai bentuk intimidasi kepada salah satu partai politik (parpol). Isu ini berembus usai NasDem usung Anies Baswedan sebagai capres di Pilpres 2024.

Namun, ia tak menjelaskan secara gamblang ihwal nama parpolnya. 

Baca Juga: Usai Nasdem Usung Anies Capres, Jokowi: Ada Rencana Reshuffle Kabinet

"Tekanan, intimidasi, paksaan dalam bentuk apapun kepada parpol yang mengambil jalan mengusung capres berbeda dari harapan teman-teman parpol pemerintah lainnya, menunjukkan ada kecenderungan upaya konsolidasi kekuasaan oleh oligarki, agar tidak boleh ada sosok lain di luar kelompok mereka untuk tampil ke permukaan dan berlaga di kontestasi 2024," kata Herzaky kepada wartawan, Jumat (14/10/2022). 

"Seakan-akan negeri ini milik sendiri. Seakan-akan, semuanya harus dibaku atur oleh segelintir elit saja. Jika benar ini yang terjadi, demokrasi Indonesia yang sudah rapuh 8 tahun ini, menjadi semakin bobrok," ujarnya. 

Meski begitu, kata Herzaky, reshuffle merupakan hak prerogatif Presiden. Sehingga, Kepala Negara bisa dan berhak melakukan perombakan pembantunya kapanpun dirasa perlu. 

"Karena kinerja pemerintah tanggung jawab Presiden. Bukan menteri. Apalagi, seperti yang pernah disampaikan Presiden Jokowi, tidak ada visi misi menteri. Yang ada, visi misi presiden."

 

"Hanya, publik pun bisa dan berhak menilai, apakah reshuffle dilakukan oleh Presiden itu untuk kepentingan rakyat, alias upaya perbaikan kinerja kabinet agar hasil kerjanya semakin terasa dan efektif untuk perbaikan nasib rakyat," ujarnya. 

Menurut dia, bila reshuffle hanya untuk memenuhi syahwat politik berkuasa semata, yang mengedepankan kepentingan kelompok atau golongan, sebagai alat tekan untuk pihak-pihak yang tidak lagi sejalan, sebaiknya diurungkan. 

Penulis : Fadel Prayoga Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Kompas TV


TERBARU