> >

Gus Yahya Menolak Organisasi NU Dijadikan Alat Politik Pemilu 2024

Agama | 27 September 2022, 16:13 WIB
Ketum PBNU Gus Yahya dalam press conferens R20 di Jakarta, Rabu (7/9/2022). Ia menegaskan sikap PBNU soal pemilu 2024 (Sumber: NU Online/Suwito)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya secara tegas menyatakan sikap Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) tentang pemilhan umum (Pemilu) 2024 mendatang.

Gus Yahya lantas mengatakan, Nahdlatul Ulama tegas menolak dijadikan sebagai alat politik pada pemilu 2024. 

“Kami (NU) menolak secara tegas dan terus terang untuk dijadikan alat politik pada pemilu (Pemilu 2024) yang akan datang,” tegas Gus Yahya, di Kantor PBNU, Senin (26/) malam dikutip dari situs resmi NU. 

Gus Yahya lantas bicara soal politik identias yang disebutnya kerap dijadikan dijadikan senjata bagi kelompok dan organisasi tertentu untuk menjatuhkan lawan politiknya.

Baca Juga: Usai ke Istana, Gus Yahya Sebut Jokowi Bakal Hadir di Forum Pemimpin Agama Dunia R20

Menurut Gus Yahya Bahkan mengancam keutuhan bangsa dan negara.

“Menghindari politik identitas ini karena penting bagi Indonesia karena merupakan masalah yang harus ditangani secara serius, ancaman terkait politik identitas ini berkaitan erat dengan konteks di ranah global, seperti radikalisme, ekstremisme, dan terorisme. Bahkan konflik di belahan dunia lain,” terang dia.

Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibien Rembang ini lantas menyampaikan, sudah saatnya masyarakat memahami secara luas kebutuhan krusial bangsa dan negaranya dalam konteks jangka panjang.

Baca Juga: PBNU Maklum Harga BBM Naik, Gus Yahya: Kami Tidak Mau Menambah Beban Pemerintah

Maka dari itu, eks Juru Bicara Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur itu mengajak semua pihak untuk mengantisipasi politik identitas sejak dini.

“Untuk menentukan pilihan ini penting bagi masyarakat memahami secara lebih lengkap dan mendalam tentang kebutuhan bangsa dan negara bukan hanya pada konteks jangka pendek saja, tapi harus sungguh-sungguh menyiapkan kebutuhan yang lebih jauh,” jelas Gus Yahya.

Ia menegaskan deretan pelanggaran yang pernah terjadi harus diantisipasi supaya tidak terulang di masa yang akan datang.

Politik identitas di Indonesia itu, menurutnya, sering didasarkan pada kepercayaan terhadap orang atau kelompok berlandaskan kesamaan suku atau agama.

Sehingga, lanjut Gus Yahya, hal ini akan berdampak negatif bagi citra bangsa Indonesia.

“Politik identitas yang kita pernah alami tidak boleh terulang lagi apalagi sampai merusak nama baik Indonesia,” kata dia.
 

Penulis : Dedik Priyanto Editor : Purwanto

Sumber : Kompas TV/NU Online


TERBARU