Kisah Sum Kuning, Korban Pemerkosaan yang Dituding Menyebarkan Hoaks hingga Kapolri Turun Tangan
Hukum | 29 Agustus 2022, 07:10 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV- Kasus Sum Kuning sudah berlalu lebih dari 50 tahun silam. Tentang seorang perempuan bernama Sumaridjem alias Sum Kuning, yang menjadi korban pemerkosaan namun kasusnya masih dianggap gelap hingga saat ini.
Mengutip Kompas.com, kala itu 21 September 1970, Sum Kuning seorang penjual telor di Yogyakarta, harus pulang sendirian ke rumahnya setelah berjualan. Hari sudah petang, jalanan lengang. Kendaraan umum yang lewat Ngampilan, yang biasa dia naiki, hanya hingga pukul 05.00 sore.
Sum terpaksa berjalan kaki ke arah utara, melewati Jalan Patuk menuju ke Jalan Ngupasan. Sesampainya di Ngupasan, bus kota yang menuju ke arah Godean tidak kunjung datang. Ia pun berjalan dengan penuh rasa waswas karena hari sudah gelap dan kondisi jalanan sudah sangat sepi. Sewaktu Sumaridjem melintas di timur Asrama Polisi Patuk, tiba-tiba ada sebuah mobil yang hampir menyerempet dan berhenti di dekatnya.
Baca Juga: 11 Pelaku Pemerkosaan Berkelompok di India Dibebaskan, Demonstrasi Terjadi di Seluruh Negeri
Di dalamnya ada segerombolan pemuda berambut gondrong turun dari mobil dan menculiknya. Di dalam mobil, Sumaridjem diancam menggunakan belati yang ditempelkan di lehernya. Mobil bergerak mengitari Jalan Diponegoro menuju ke Bumijo, dan tidak lama kemudian Sumaridjem dibius hingga hampir tidak sadarkan diri.
Malam itu Sumaridjem diperkosa oleh para pemuda tersebut. Bukan hanya itu, uang hasil dagangannya sejumlah Rp4.650 juga diambil. Sumaridjem kemudian dibuang tepi Jalan Wates-Purworejo, daerah Gamping saat hari masih gelap.
Dengan tertatih, Sumaridjem berjalan menuju ke arah Kota Yogyakarta. Ketika hari mulai terang, dengan sisa uang Rp100, Sumaridjem menghentikan sebuah becak. Sumaridjem pun diantarkan ke rumah salah seorang langganannya bernama Nyonya Sulardi di Bumijo.
Singkat kata, kasus ini mampir ke tangan polisi. Kejadian ini membuat gempar warga Yogyakarta. Seminggu kemudian, 28 September 1970, tersiar kabar bahwa para penculik dan pemerkosa Sum akan diarak. Ribuan orang pun berkumpul di kantor polisi selatan Malioboro untuk menyaksikan arakan tersebut. Namun tidak terjadi apa-apa, karena pelaku belum ada yang tertangkap.
Sebaliknya, selesai pemeriksaan di rumah sakit, Sum malah ditahan polisi. Dia dituding menyebarkan berita palsu, yang istilah sekarang lebih dikenal dengan sebutan hoaks.
Di pengadilan, Sum dituntut hukuman tiga bulan penjara. Namun, tuntutan ini ditolak oleh Hakim Nyonya Lamijah Moeljarto. Sum kemudian dibebaskan karena tidak terbukti memberi keterangan palsu.
Penulis : Iman Firdaus Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Kompas TV