KPK Tetapkan Rektor Unila Karomani Sebagai Tersangka Suap Penerimaan Mahasiswa Baru
Hukum | 21 Agustus 2022, 06:52 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Rektor Universitas Lampung (Unila) Prof Karomani sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi penerimaan mahasiswa baru di Unila tahun 2022.
Tak hanya Karomani, KPK juga menetapkan tiga tersangka lainnya. Mulai dari wakil rektor, ketua senat dan pihak swasta.
Direktur penyidikan KPK Kombes Asep Guntur Rahayu menjelaskan hasil pemeriksaan dari pihak-pihak yang diamankan KPK dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK di Lampung, Bandung dan Bali, penyidik menemukan bukti permulaan yang cukup untuk meningkatkan status empat pihak ditangkap dalam OTT sebagai tersangka.
Baca Juga: Sempat Diperiksa di Polda Lampung, KPK Bawa 3 Pejabat Unila ke Jakarta
Empat orang tersebut yakni Rektor Universitas Lampung periode 2020-2024, Karomani (KRM). Wakil Rektor I Bidang Akademik Unila, Heryandi (HY).
Kemudian Ketua Senat Unila Muhammad Basri (MB) dan Andi Desfiandi (AD) selaku pihak swasta.
"Penyidik menemuikan adanya bukti permulaan yang cukup, dan meningkatkan status
perkara ini ke tahap penyidikan dengan mengumumkan empat tersangka," ujar Asep saat jumpa pers di Gedung KPK yang dipantau dari program Breaking News di Kompas TV, Minggu (21/9/2022) pagi.
Di kesempatan yang sama Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menjelaskan kasus ini berawal dari laporan masyarakat terkait dugaan suap dalam penerimaan mahasiswa baru di Unila tahun 2022.
Baca Juga: Rektor Universitas Lampung Diduga Kena OTT KPK, Ini Kata Pihak Kampus
Di tahun akademik 2022, Unila membuka Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
Selain SNMPTN, Unila juga membuka jalur khusus yaitu Seleksi Mandiri Masuk Unila (Simanila) untuk tahun akademik 2022.
Menurut Ghufron hasil pemeriksaan, selama proses Simanila berjalan, tersangka KRM aktif dan terlibat langsung dalam menentukan kelulusan para peserta Simanila dengan memerintahkan HY dan Budi Sutomo selaku Kepala Biro Perencanaan dan Hubungan Masyarakat serta melibatkan MB.
Para pihak yang ditunjuk KRM diminta menyeleksi secara personal terkait kesanggupan orang tua mahasiswa yang apabila ingin dinyatakan lulus.
Baca Juga: KPK: Rektor dan 6 Pejabat Kampus Unila Ditangkap Terkait Dugaan Suap Penerimaan Mahasiswa Baru
"Orang tua mahasiswa yang apabila ingin dinyatakan lulus dapat dibantu dengan menyerahkan sejumlah uang selain uang resmi yang dibayarkan sesuai mekanisme yang ditentukan pihak universitas," ujar Ghufron.
Selain itu KRM diduga memberikan peran dan tugas khusus untuk HY, MB dan Budi Sutomo untuk mengumpulkan sejumlah uang yang disepakati dengan pihak orang tua peserta seleksi sebelumnya telah dinyatakan lulus.
Adapun KRM mengatur penilaian dan jumlah uang suap yang dispaktai. Besaran nominal uang yang disepakati antara pihak KRM jumlahnya bervariasi dengan kisaran minimal Rp100 juta sampai Rp350 juta untuk setiap orang tua peserta seleksi yang ingin diluluskan.
"KRM memerintahkan Mualimin untuk turut mengumpulkan sejumlah uang dari para orang tua peserta seleksi yang ingin dinyatakan lulus," ujar Ghufron.
Baca Juga: KPK Tangkap Mantan Wali Kota Cimahi Ajay Priatna Usai Bebas dari Lapas Sukamiskin
Lebih lanjut Ghufron menjelaskan AD sebagai salah satu keluarga calon peserta seleksi Simanila diduga menghubungi KRM untuk bertemu dengan tujuan menyerahkan sejumlah uang karena anggota keluarganya telah dinyatakan lulus Simanila.
Atas perintah KRM Mualimin selanjutnya mengambil titipan uang tunai sejumlah Rp150 juta dari AD di salah satu tempat di Lampung.
Seluruh uang yang dikumpulkan KRM melalui Mualimin dari orang tua calon mahasiswa yang diluluskan berjumlah Rp603 juta dan telah digunakan untuk keperluan pribadi KRM sekitar Rp575 juta.
Selain itu, KPK juga menemukan adanya sejumlah uang yang diterima KRM melalui Budi Sutomo dan MB yang berasal dari pihak orang tua calon mahasiswa yang diluluskan.
Baca Juga: 37 Pelanggan Jatuh Sakit usai Makan Sandwich, Restoran Fastfood Wendy’s AS Tarik Penggunaan Selada
"Uang tersebut telah dialih bentuk menjadi tabungan deposito, emas batangan dan juga masih tersimpan dalam bentuk uang tunai dengan total seluruhnya sekitar Rp4,4 Miliar," ujar Ghufron.
Atas perbuatannya AD selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Korupsi.
KRM, HY, dan MB selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke (1) KUHP.
Penulis : Johannes Mangihot Editor : Gading-Persada
Sumber : Kompas TV