Ramai soal Kasus Brigadir J, Netizen Singgung Kasus Penembakan KM 50
Viral | 9 Agustus 2022, 16:47 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Kasus polisi tembak polisi yang menewaskan Brigadir J rupanya mengingatkan sebagian netizen atau warganet terhadap kasus penembakan KM 50.
Berdasarkan pantauan KOMPAS TV pada pukul 15.30 WIB Selasa (9/8/2022), tagar SquadPenjagalKM50 sudah dicuitkan lebih dari delapan ribu kali di media sosial Twitter.
Warganet menyoroti transparansi penyidikan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dalam menangani kasus Brigadir J dan kasus Penembakan KM 50 yang terjadi pada 7 Desember 2020.
Saat itu, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai ada pelanggaran HAM dalam penembakan enam anggota Laskar FPI di KM 50 tol Cikampek.
Baca Juga: 3 Polisi Penembak Laskar FPI di KM 50 Jadi Tersangka, Polisi Janji Profesional dan Transparan
Seperti dilansir Kompas.com, Komnas HAM mengungkapkan sejumlah temuan di Tol Jakarta-Cikampek Km 50 terkait bentrok antara polisi dan laskar FPI.
“Di Km 50, terdapat pula informasi adanya kekerasan, pembersihan darah, pemberitahuan bahwa ini kasus narkoba dan terorisme,” kata Choirul Anam yang saat itu menjabat sebagai Ketua Tim Penyelidikan Komnas HAM pada Jumat, 8 Januari 2021.
Komnas HAM juga menemukan bahwa polisi melakukan pemeriksaan telepon seluler milik masyarakat di sekitar lokasi atau tempat kejadian perkara (TKP).
Kemudian, Komnas HAM menemukan adanya pengambilan kamera CCTV di salah satu warung di Km 50 oleh anggota kepolisian.
Setelah dikonfirmasi oleh Komnas HAM, pihak kepolisian mengakui telah mengambil kamera CCTV tersebut. Tak diperinci lebih lanjut kapan kamera tersebut diambil.
Dalam kasus ini, enam anggota laskar FPI tewas ditembak anggota Polda Metro Jaya setelah diduga menyerang polisi pada 7 Desember 2020 dini hari.
Komnas HAM mengungkapkan bahwa dua anggota laskar FPI ditemukan meninggal setelah peristiwa saling tembak terjadi di Km 50. Sementara itu, di lokasi yang sama, empat anggota lainnya masih hidup dan dibawa oleh anggota kepolisian.
Berdasarkan keterangan polisi, keempatnya ditembak karena berupaya melawan sehingga mengancam keselamatan petugas. Informasi tersebut hanya didapat Komnas HAM dari polisi.
Komnas HAM menyimpulkan bahwa penembakan terhadap empat anggota laskar FPI tersebut sebagai bentuk pelanggaran HAM sehingga Komnas HAM meminta penyelesaian kasus dilakukan melalui jalur pidana.
Selain itu, terdapat perbedaan keterangan antara polisi dan pihak FPI atas kejadian tersebut.
Berdasarkan hasil rekonstruksi, polisi menggambarkan bahwa anggota laskar FPI yang terlebih dahulu menyerang dan menembak polisi saat kejadian. Hasil rekonstruksi disebutkan belum final.
Sementara itu, pihak FPI telah membantah anggotanya menyerang dan menembak polisi terlebih dahulu. Menurut FPI, anggota laskar tidak dilengkapi senjata api.
Atas kejadian itu, Polri menetapkan tiga polisi sebagai tersangka penembak laskar FPI.
Baca Juga: Mabes Polri Tetapkan 3 Polisi Penembak Laskar FPI di Tol Cikampek KM 50 Jadi Tersangka
Dilansir KOMPAS TV, pada Selasa, 6 April 2021, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Rusdi Hartono menyatakan, pihaknya menetapkan tiga anggota polisi sebagai tersangka penembakan terhadap laskar FPI setelah penyidik melakukan gelar perkara pada Kamis, 1 April 2021.
Namun, satu tersangka dikabarkan meninggal dunia dalam kecelakaan tunggal, sehingga penyidikan terhadap anggota polisi tersebut dihentikan. Sementara penyidikan terhadap dua tersangka lain dilanjutkan.
"Terkait peristiwa KM 50, di sana ditetapkan 3 anggota Polri sebagai terlapor dan pada hari Kamis kemarin, penyidik telah melaksanakan gelar perkara terhadap peristiwa Km 50 dan kesimpulan dari gelar perkara yang dilakukan maka status dari terlapor 3 tersebut dinaikkan menjadi tersangka," kata Rusdi di Mabes Polri, Selasa 6 April 2021.
"Akan tetapi, ada satu terlapor inisial EPZ meninggal dunia. Berdasarkan 109 KUHP, karena yang bersangkutan meninggal dunia, maka penyidikannya langsung dihentikan."
Tribunnews melaporkan, sidang kasus Penembakan KM 50 memutuskan dua terdakwa, yakni Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda Yusmin Ohorella, melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 351 Ayat (3) KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Keduanya terbukti bersalah karena telah melakukan penganiayaan hingga membuat orang meninggal dunia.
Tetapi keduanya tidak dijatuhi hukuman karena alasan pembenaran. Alasan tersebut dikarenakan perbuatan terdakwa dinilai sebagai tindakan pembelaan.
Hakim Ketua Muhammad Arif Nuryatna menjelaskan, KUHP menyebutkan tentang alasan pembenaran yang terdiri dari beberapa poin, satu di antaranya karena perbuatan yang dilakukan atas dasar pembelaan terpaksa. Aturan tersebut termaktub dalam Pasal 49 ayat 1 KUHP.
Oleh karena itu, hakim memutuskan untuk melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum.
Penulis : Nadia Intan Fajarlie Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : Kompas TV, Kompas.com, Tribunnews