Beda Pandangan Kelompok Pengacara tentang Kasus Penembakan Brigadir J
Hukum | 26 Juli 2022, 04:25 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Dua pengacara dari organisasi yang berbeda bertentangan dalam menilai kabar di media sosial terkait kasus penembakan Brigadir Yoshua Hutabarat atau Brigadir J.
Pengacara sekaligus Koordinator Pergerakan Advokat (Perekat) Nusantara Petrus Selestinus menilai kabar di media sosial terkait kasus polisi tembak polisi yang terjadi pada Jumat (8/7/2022) mengarahkan publik kepada penghakiman terhadap Irjen Ferdy Sambo.
Menurut dia, pernyataan keluarga dan pengacara Brigadir Yoshua yang mencurigai adanya penganiayaan dan pembunuhan terhadap anggota Propam Polri itu menyebabkan publik mencurigai Ferdy.
"Akibat pernyataan ini (keluarga Brigadir Yoshua -red), masyarakat dari hari ke hari menempatkan Irjen Ferdy Sambo sebagai pelaku, atau setidaknya sebagai otak dalam peristiwa ini," terangnya dalam Kompas Petang, Senin (25/7/2022).
Dia juga menyoroti pemberitaan di media massa yang menurutnya mengarahkan persepsi publik terhadap istri Kadiv Propam nonaktif itu.
"Dari hari ke hari berita yang dimunculkan hanya ditujukan kepada Ferdy Sambo dan berkembang terus sampai kepada persoalan terkait hubungan yang disebut sebagai perselingkuhan dari istri Ferdy Sambo dengan Brigadir J," imbuhnya.
Baca Juga: Perekat Nusantara: Penghakiman terhadap Ferdy Sambo di Medsos akibat Pernyataan Keluarga Brigadir J
Tak sependapat, Anggota Tim Advokasi untuk Hukum dan Keadilan (TAMPAK) Saor Siagian menilai bahwa pernyataan Petrus kurang tepat.
Menurut pengacara kondang itu, kecurigaan publik terhadap keberadaan Irjen Ferdi Sambo saat peristiwa penembakan di rumah dinasnya pada Jumat (8/7/2022) itu beralasan.
"Yang terbunuh ini adalah ajudannya Ferdy Sambo, kemudian yang dilakukan penyidik di rumah Ferdy Sambo, sekarang gelar perkara yang dilakukan Polda Metro Jaya (juga berdasarkan -red) laporan dari Ferdy Sambo dan istri Ferdy Sambo," tegasnya di kesempatan yang sama.
Menurut dia, pemberitaan media massa serta maraknya kabar di media sosial terkait kondisi jenazah Berigadir Yoshua yang menunjukkan kejanggalan-kejanggalan atas proses penyidikan polisi justru membantu pengungkapan kasus, sehingga terus diproses dan tidak ditutup.
"Ada fakta dari jenazah yang ditemukan, termasuk semua yang viral, bahwa ada sayatan di pipi, ada jahitan di mata, di mulut, kemudian di leher. Saya kita fakta-fakta ini diungkapkan ke publik," kata Saor.
"Nah oleh karena itu, fakta-fakta ini diungkap kemudian dipertanyakan. Sama ketika keluarganya (keluarga Brigadir Yoshua) kemudian mempertanyakan kenapa jenazahnya tidak boleh dilihat? Barangkali (jika tidak dipertanyakan -red) peristiwa ini sudah tertutup seumur hidup atau selama-lamanya," ungkapnya.
Baca Juga: Advokat Saor Siagian: Kesimpulan Perekat Nusantara dalam Persoalan Ferdy Sambo Justru Berbahaya
Di sisi lain, Petrus menganggap kepercayaan publik terhadap polisi berkurang karena pernyataan kuasa hukum Brigadir Yoshua yang beredar di media sosial.
"Penghakiman di medsos itu akibat dari pernyataan secara bertubi-tubi oleh kuasa hukum keluarga korban (Brigadir Yoshua -red)," kata dia.
Hal itu ditangkis oleh Saor yang menilai bahwa keterangan keluarga maupun pengacara Brigadir Yoshua yang mempertanyakan keberadaan pemilik rumah yang menjadi tempat kejadian perkara (TKP) itu tetap sah.
Terlebih lagi, kata Saor, keluarga melihat kondisi jenazah Berigadir Yoshua yang janggal dengan banyak luka di tubuh.
"Sekadar melihat mayat atau jenazah anaknya pun tidak layak, itu lah pertanyaan-pertanyaan janggal yang terjadi. Ketika pengacara atau siapa pun mempertanyakan di mana (Ferdy Sambo -red) saat kematian (Brigadir Yoshua -red), kan sah-sah saja."
Ia juga mengajak Petrus dan advokat lainnya untuk menganalisis kasus ini berdasarkan fakta.
"Andaikan publik tidak bersuara soal kejanggalan-kejanggalan ini, apa yang terjadi? Saya kira teman-teman di pemerintah dan saya juga sebagai advokat, saya kira semuanya menganalisanya dalam bentuk fakta-fakta," pungkasnya.
Penulis : Nadia Intan Fajarlie Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Kompas TV