Dua Tahun Covid-19 di RI, Ekonomi Masih Lesu dan Akrobat Politikus Tunda Pemilu
Peristiwa | 2 Maret 2022, 09:04 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Pada tanggal 2 Maret 2020, Presiden Jokowi untuk pertama kalinya mengumumkan pasien Covid-19 di Indonesia. Pasien Covid-19 tersebut, menurut Jokowi terpapar dari warga negara Jepang yang datang ke Indonesia.
"Ada orang Jepang yang ke Indonesia kemudian tinggal di Malaysia. Dicek di sana ternyata positif Corona. Tim di Indonesia langsung menelusuri," kata Jokowi, di Jakarta, Senin 2 Maret 2020 silam.
Setelah pengumuman dua tahun lalu itu, maka wabah pun melanda Indonesia. Ribuan nyawa melayang. Dan perekonomian mengalami kemunduran hingga sekarang.
Bahkan setelah memasuki dua tahun pandemi, kondisi ekonomi terpantau masih lesu. Harga pangan merangkak naik. Minyak goreng misalnya, masih menjadi barang langka. Kalaupun ada harganya mahal. Begitu pula dengan urusan kedelai yang membuat perajin tahu tempe mogok berproduksi.
Bahkan hingga kemarin, Selasa (1/3/2022), sejumlah komoditas seperti telur, cabai, minyak goreng hingga gula pasir dilaporkan mengalami kenaikan di awal bulan Maret 2022.
Kenaikkan bervariasi dari Rp 50 seperti pada gula pasir premium hingga Rp 3.950 pada cabai rawit merah.
Baca Juga: Dua Tahun Covid di RI, Cerita Mereka yang Tertular Varian Delta hingga Omicron
Sementara dampak Covid-19 itu telah nyata membuat banyak orang kehilangan pekerjaan dan penghasilan. Dampaknya, banyak masyarakat kekurangan gizi. Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengakui hal itu. "Dampak pandemi orang miskin naik, banyak pekerja gajinya tidak dibayar penuh ditambah pukulan harga pangan yang naik," kata Tulus dalam program Sapa Indonesia di KOMPAS TV, Rabu (2/3/2022).
Akibat kondisi tersebut, banyak masyarakat yang asupan gizinya berkurang. Penghasilan yang jauh menurun itu tak pelak membuat kualitas pangan masyarakat menurun. "Angka stunting masih 24 persen. Ini karena rendahnya protein. Ironisnya kita belum daulat protein nabati dan hewani," tambah Tulus.
Namun di sisi lain, para politikus menggunakan argumen Covid-19 dan pemulihan ekonomi sebagai dasar untuk menunda pemilu 2024 yang sudah diputuskan oleh DPR dan pemerintah bakal digelar pada 14 Februari dua tahun mendatang.
Tercatat Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan dan Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto yang seiya sekata dalam melontarkan wacana penundaan pemilu.
Cak Imin, sapaan Muhaimin, menyebut bahwa ekonomi masyarakat dan pelaku usaha saat ini baru saja memasuki tren pemulihan setelah terpukul dua tahun akibat pandemi.
"Ditunda satu atau dua tahun agar momentum perbaikan ekonomi ini tidak hilang dan kemudian tidak terjadi Freeze untuk mengganti stagnasi selama 2 tahun masa pandemi," katanya kepada wartawan di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (23/2).
Baca Juga: Setneg: Pemerintah Tak Terkait Usul Tunda Pemilu, Sibuk Urus Covid 19 dan Pemindahan Ibu Kota
Gayung bersambut. Zulhas, sapaan Ketua Umum PAN tak mau ketinggalan. Lagi-lagi pandemi yang dijadikan alasan. "Salah satunya pandemi Covid-19 yang belum berakhir. Tentu memerlukan perhatian keseriusan untuk menangani,” kata Zulhas saat konferensi pers di Jakarta, Jumat (25/2).
Sementara Airlangga yang juga Menko Perekonomian, mengaku hanya meneruskan aspirasi petani sawit soal perpanjangan masa jabatan presiden itu. Kata Airlangga, dia sebatas menerima dan menampung aspirasi warga.
"Aspirasinya tentu kami tangkap tentang keinginan adanya kebijakan berkelanjutan dan juga ada aspirasi kebijakan yang sama bisa terus berjalan. Tentu permintaan ini, yang menjawab bukan Menko, karena Menko menjawab urusan sawit,” kata Airlangga dalam kunjungan kerja di Siak, Kamis (24/2).
Setelah dua tahun wabah menerjang dengan segala pengorbanannya, bukan saja rakyat yang makin terhimpit namun juga datangnya peluang mengubah konstitusi di tangan para politikus.
Penulis : Iman Firdaus Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Kompas TV