> >

Ada Temuan Korban Tewas di Kerangkeng Bupati Langkat, Komnas HAM Sebut Lebih dari 1 Orang

Hukum | 30 Januari 2022, 20:09 WIB
Komisioner Pemantauan & Penyelidikan Komnas HAM RI M. Choirul Anam memberi penjelasan mengenai Perkembangan Terkini Penyelidikan Dugaan Pelanggaran HAM Peristiwa Kerangkeng di Rumah Bupati Langkat Non Aktif (Minggu, 30/1/2022) (Sumber: Youtube Humas Komnas HAM RI)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menemukan fakta mengejutkan dalam proses investigasi langsung terkait kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin-angin.

Komisioner Komnas HAM Choirul Anam menyebut, pernah terjadi kasus kekerasan yang mengakibatkan kematian di kerangkeng manusia tersebut.

"Jadi firm kekerasan terjadi di sana. Korbannya banyak. Termasuk di dalamnya kekerasan yang menyebabkan hilangnya nyawa. Korban hilang nyawa ini lebih dari 1 (orang)" dikutip dari kanal YouTube Humas Komnas HAM RI, Minggu (30/1/2022).

Menurut Choirul, keterangan saksi soal adanya kekerasan yang menghilangkan nyawa ini merupakan informasi yang solid.

Keterangan itu bukan cuma dari satu, namun juga dari beberapa pihak yang dikonfirmasi oleh Komnas HAM.

"Kami sudah mendalami. Informasi kami dalami dari berbagai pihak yang itu mengatakan bahwa memang kematian tersebut disebabkan tindak kekerasan," tuturnya.

Baca juga: Komnas HAM Temukan Pernah Ada Pembunuhan di Kerangkeng Manusia Bupati Langkat

Selain itu, Komnas HAM bahkan mendapatkan informasi juga dari saksi mengenai bagaimana kondisi para korban. 

Komnas HAM juga mendapatkan informasi mengenai siapa pelaku kekerasan dan bagaimana kekerasan tersebut dilakukan.

"Kami temukan pola dari kekerasan itu berlangsung. Siapa pelakunya, bagaimana caranya, menggunakan alat atau tidak, itu juga kami temukan," tuturnya. 

Bahkan, sambung Choirul, terdapat istilah-istilah yang digunakan di dalam lingkungan kerangkeng manusia itu saat kekerasan dilakukan.

"Istilah-istilah yang digunakan ketika kekerasan berlangsung, seperti mos dan das, atau dua setengah kancing. Ada istilah begitu yang digunakan dalam konteks penggunaan kekerasan," paparnya.

Dilaporkan Polda Sumut

Saat ini, Komnas HAM sudah menyampaikan temuan itu ke Polda Samatera Utara (Sumut). 

Menurut Choirul, pihak Polda pun ternyata sudah menemukan dan sedang mendalami hal yang sama yaitu penggunaan kekerasan yang mengakibatkan kematian di kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat.

Baca juga: Komnas HAM Temukan Indikasi Pelanggaran HAM di Kasus Kerangkeng Manusia Bupati Langkat

"Kami sudah menyampaikan ini ke pihak Polda. Ternyata pihak Polda mendalami hal yang sama soal kekerasan sama, soal hilangnya nyawa sama," tegas Choirul. 

Karena itu, Komnas HAM menyatakan kasus tersebut nantinya akan ditangani langsung atau dibawa ke proses hukum oleh Polda Sumatera Utara.

Dugaan Perbudakan Modern Bupati Langkat

Kerangkeng atau penjara manusia di kediaman Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin-Angin, diduga merupakan praktik perbudakan modern.

Adapun temuan tersebut bermula dari penggeledahan rumah Terbit di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Organisasi buruh migran, Migrant Care, kemudian melaporkan temuan kerangkeng manusia itu ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).

Penanggung Jawab Migrant CARE Anis Hidayah mengungkapkan, setidaknya lebih dari 40 orang pernah ditahan di penjara milik Terbit Rencana Perangin-Angin.

Puluhan orang tersebut ditahan di dua penjara manusia di rumah Terbit.

"Ada dua sel di dalam rumah Bupati yang digunakan untuk memenjarakan sebanyak 40 orang pekerja setelah mereka bekerja," ungkap Anis, Senin (24/1/2022), dikutip dari TribunMedan.

Lebih lanjut, Anis mengatakan bahwa para tahanan tersebut dipekerjakan di lahan sawit.

Setiap harinya, mereka akan bekerja selama 10 jam, mulai pukul 08.00 hingga 18.00.

Setelah bekerja, para tahanan akan kembali dimasukkan ke penjara oleh Terbit supaya tak bisa ke mana-mana.

"Para pekerja tersebut dipekerjakan di kebun kelapa sawitnya selama 10 jam, dari jam 8 pagi sampai jam 6 sore."

"Setelah mereka bekerja, dimasukkan ke dalam kerangkeng atau sel dan tidak punya akses ke mana-mana," ujarnya.

Penulis : Baitur Rohman Editor : Fadhilah

Sumber : Kompas TV


TERBARU