Kronologi Penemuan Kerangkeng Manusia di Rumah Bupati Langkat, Diduga Tempat Perbudakan
Peristiwa | 25 Januari 2022, 08:29 WIBLANGKAT, KOMPAS.TV - Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin-Angin, diduga melakukan perbudakan modern setelah ditemukan kerangkeng atau penjara manusia di kediamannya.
Temuan tersebut bermula dari penggeledahan rumah Terbit di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Organisasi buruh migran, Migrant Care, kemudian melaporkan temuan kerangkeng manusia itu ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
Penanggung Jawab Migrant CARE, Anis Hidayah, mengungkapkan setidaknya lebih dari 40 orang pernah ditahan di penjara milik Terbit Rencana Perangin-Angin.
Puluhan orang tersebut ditahan di dua penjara manusia di rumah Terbit.
"Ada dua sel di dalam rumah Bupati yang digunakan untuk memenjarakan sebanyak 40 orang pekerja setelah mereka bekerja," ungkap Anis, Senin (24/1/2022), dikutip dari TribunMedan.
Lebih lanjut, Anis mengatakan para tahanan tersebut dipekerjakan di lahan sawit.
Setiap harinya, mereka akan bekerja selama 10 jam, mulai pukul 08.00 hingga 18.00.
Setelah bekerja, para tahanan akan kembali dimasukkan ke penjara oleh Terbit supaya tak bisa ke mana-mana.
"Para pekerja tersebut dipekerjakan di kebun kelapa sawitnya selama 10 jam, dari jam 8 pagi sampai jam 6 sore," ujarnya.
"Setelah mereka bekerja, dimasukkan ke dalam kerangkeng atau sel dan tidak punya akses ke mana-mana," ujarnya.
Baca Juga: Ditemukan Kerangkeng Manusia di Rumah Bupati Nonaktif Langkat, Diduga Praktik Perbudakan Modern
Anis Hidayah juga menyebut setidaknya ada tujuh poin perlakuan kejam dan tidak manusiawi yang diduga merupakan praktik perbudakan modern dan perdagangan manusia yang dipraktikan di sana.
Anis menyatakan, Terbit diduga membangun semacam penjara atau kerangkeng di rumahnya.
Kerangkeng tersebut dipakai untuk menampung para pekerja setelah mereka bekerja.
Selain itu, lanjut Anis, para pekerja tersebut tidak memiliki akses ke mana pun.
"Keempat, mereka mengalami penyiksaan, dipukul, lebam, dan luka," kata Anis di kantor Komnas HAM Jakarta pada Senin (24/1/2022), seperti dikutip Tribunnews.com.
Anis juga menduga para pekerja diberi makan tidak layak yakni hanya dua kali sehari.
Keenam, kata Anis, mereka tidak digaji selama bekerja.
Ketujuh, mereka tidak punya akses komunikasi dengan pihak luar.
"Sehingga berdasarkan kasus tersebut kita melaporkan ke Komnas HAM, karena pada prinsipnya itu sangat keji, baru tahu ada kepala daerah yang mestinya melindungi warganya tetapi justru menggunakan kekuasaannya untuk secara sewenang-wenang melakukan kejahatan yang melanggar prinsip HAM, anti penyiksaan, anti perdagangan orang dan lain-lain," kata Anis.
Dalam pengaduannya ke Komnas HAM, Anis dan rombongan diterima oleh Komisioner Komnas HAM RI M Choirul Anam dan jajarannya.
Penulis : Hedi Basri Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Kompas TV/BBC/Tribunnews