Soal Pemangkasan Masa Karantina, Epidemiolog Sebut Keputusan Pemerintah Berisiko
Peristiwa | 4 Januari 2022, 13:24 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Epidemiolog di Griffith University Dicky Budiman menyoroti keputusan pemerintah yang memangkas durasi karantina bagi pelaku perjalanan dari luar negeri menjadi 7 dan 10 hari.
Dicky menuturkan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah ini merupakan keputusan yang berisiko.
Pasalnya, banyak ditemukan gejala keterpaparan Covid-19 terjadi setelah hari ke 11 hingga 12 masa karantina, salah satunya seperti yang terjadi di Taiwan.
"Menurut saya ini (aturan masa karantina dipangkas) agak gambling sebetulnya, karena ada kasus di Taiwan yang menunjukkan (Covid-19) munculnya di hari ke-12," kata Dicky, dikutip dari Kompas.com, Selasa (4/1/2021).
Sebab itu, lanjut dia, banyak negara-negara yang mengambli kebijakan karantina selama 14 hari, termasuk Australia.
Dicky kemudian menyarankan kepada pemerintah untuk tetap mewajibkan masa karantina selama 14 hari karena dinilai paling aman.
Namun, apabila pemerintah tetap menerapkan durasi karantina selama 7 dan 10 hari, Dicky meminta untuk peraturan karantina dapat lebih diperketat.
Dia menyebut para pelaku perjalanan dari luar negeri harus sudah mendapatkan vaksin dosis ketiga atau booster.
Baca Juga: Catat! Pelaku Pejalanan dari Negara-negara Ini Wajib Karantina 10 Hari
Jika belum diberikan vaksin booster, pelaku perjalanan internasional setidaknya masih dalam durasi tujuh bulan dari pemberian dosis kedua untuk orang berusia di bawah 60 tahun.
Penulis : Isnaya Helmi Editor : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas.com