ICW Ungkap 3 Indikator Kegagalan Jokowi sebagai Panglima Pemberantasan Korupsi
Politik | 9 Desember 2021, 12:22 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut, agenda penguatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagaimana disampaikan oleh Presiden Jokowi jauh panggang dari api.
ICW pun menilai bahwa Jokowi gagal menjadi panglima besar dalam agenda pemberantasan korupsi.
ICW membeberkan sejumlah hal di balik penilaiannya terhadap Presiden Jokowi:
Pertama, kebijakan politik revisi UU KPK dan terpilihnya komisioner KPK bermasalah.
Setalah itu ditambah dengan pemecatan puluhan pegawai lembaga antirasuah secara ugal-ugalan melalui Tes Wawasan Kebangsaan (TWK)," mencerminkan bukti pelemahan antikorupsi, alih-alih penguatan," kata ICW dalam keterangan tertulisnya dikutip KOMPAS.TV pada Kamis (9/12/2021).
Celakanya, tambah ICW, Jokowi tidak mengambil tindakan berarti, meskipun rekomendasi lembaga negara seperti Ombudsman dan Komnas HAM yang menemukan praktik pelanggaran serius atas TWK KPK.
"Bisa dikatakan, Presiden gagal menjadi panglima besar dalam agenda pemberantasan korupsi."
Baca Juga: ICW: Pemberantasan Korupsi Kian Mendekati Titik Nadir
Indikator kegegalan kedua, lanjut ICW, adalah meredupnya kebijakan politik untuk memperkuat agenda pemberantasan korupsi. Hal tersebut dapat dipotret dari politik legislasi nasional.
ICW menyebut sejumlah regulasi yang tidak pernah dimasukkan dalam program legislasi nasional prioritas, seperti Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset, Rancangan Undang-Undang Pembatasan Transaksi Uang Kartal, dan Revisi Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Ketiga, merosotnya upaya pemberantasan korupsi berimbas pada semakin buruknya pengelolaan etika pejabat publik.
"Praktik rangkap jabatan publik, menyatunya kepentingan politik dan bisnis, seperti konflik kepentingan pejabat dalam bisnis PCR dan obat-obatan dalam penanganan pandemi Covid-19 menjadi bukti konkret melemahnya tata kelola pemerintahan," katanya.
Selain itu, ICW juga membeberakan sejumlah survei terbaru yang telah dirilis berbagai lembaga telah menggambarkan situasi pemberantasan korupsi di Indonesia yang semakin mengkhawatirkan.
ICW memisalkan, Indeks Perilaku Antikorupsi 2021 yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik. Temuannya, menunjukkan adanya peningkatan praktik suap-menyuap yang dilakukan masyarakat saat mengakses pelayanan publik. Hal itu pun diperkuat oleh survei Litbang Kompas yang dirilis beberapa waktu lalu.
"Setidaknya hampir setengah dari total responden mengatakan perilaku korupsi semakin parah di tengah masyarakat," kata ICW.
Baca Juga: Pada Hari Antikorupsi Sedunia, Firli Bahuri: KPK Berhasil Kembalikan Kerugian Negara Rp2,6 Triliun
Sedangkan dari sisi negara, lanjut ICW, Indeks Persepsi Korupsi Indonesia juga anjlok, baik skor maupun peringkatnya dalam kurun waktu lima tahun terakhir.
Bahkan, kata ICW, lembaga survei Indikator memberikan peringatan serius atas fenomena menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Temuan-temuan tersebut dianggap ICW seabagi sesuatu yang tidak mengejutkan lagi. Sebab, satu tahun terakhir masyarakat dapat secara jelas melihat agenda pemberantasan korupsi semakin dikesampingkan oleh negara.
Dari aspek penegakan hukum, kebijakan atau keputusan yang diambil justru semakin tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi yang sungguh-sungguh.
"Misalnya putusan Mahkamah Konstitusi yang menolak pengujian materi UU KPK, penghapusan syarat memperketat remisi bagi pelaku korupsi oleh Mahkamah Agung, hingga vonis ringan atas kasus korupsi yang melibatkan pejabat politik," ujar ICW.
"Momentum Hari Antikorupsi Dunia ini patut kita rayakan dengan kesedihan. Pada saat yang sama, masyarakat perlu menyadari bahwa menyandarkan harapan tinggi pada negara untuk memberantas korupsi akan jatuh pada mimpi belaka."
Baca Juga: ICW Respons Baik Eks Pegawai KPK ke Polri: selama Ini Polisi Jadikan Pemberantasan Korupsi Jargon
Sementara itu Jokowi sendiri mengatakan, korupsi merupakan extra ordinary crime yang mempunyai dampak luar biasa.
Oleh sebab itu, dia menuturkan penanganan kasus-kasus tindak pidana korupsi juga harus dilakukan dengan extra ordinary.
Demikian Presiden Jokowi dalam keterangannya untuk Peringatan Hari Antikorupsi Dunia 2021 di Jakarta, Kamis (9/12/2021).
“Diperlukan cara-cara baru yang lebih extra-ordinary, metode pemberantasan korupsi harus terus kita perbaiki dan terus kita sempurnakan,” ucap Jokowi.
Jokowi menginginkan dalam penanganan kasus korupsi, penindakan jangan hanya menyasar pada peristiwa hukum yang membuat heboh di permukaan.
Penulis : Hedi Basri Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Kompas TV