Duduk Perkara 3 Kakak Beradik Tidak Naik Kelas Berkali-kali, Diduga karena Agama yang Dianut
Peristiwa | 23 November 2021, 09:37 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendapatkan aduan dari orang tua 3 siswa SD Negeri 051 Tarakan, Kalimantan Utara (Kaltara) yang tidak naik kelas. Tak tanggung-tangung, ketiga pelajar yang diketahui kakak beradik itu tidak naik naik kelas hingga tiga kali.
Komisioner KPAI Retno Listyarti mengatakan dari laporan yang diterima, pihak sekolah disebut tidak menaikkan 3 siswa tersebut karena permasalahan agama yang mereka anut.
"Ada 3 kakak beradik yang beragama Saksi Yehuwa yang tidak naik kelas selama 3 (tiga) tahun berturut-turut karena permasalahan nilai agama di rapor," kata Retno dalam keterangan tertulis yang diterima KOMPAS.TV, Minggu (21/11/2021).
Ketiga adik kakak tersebut bernama M (14 tahun) kelas 5 SD; Y(13 tahun) kelas 4 SD; dan YT (11 tahun) kelas 2 SD. Mereka tidak naik kelas secara berturut-turut, yakni pada tahun ajaran 2018/2019; lalu tahun ajaran 2019/2020; dan tahun ajaran 2020/2021.
Orang tua korban, lanjut dia, juga telah melakukan dialog dan mediasi dengan pihak sekolah atas permasalahan tersebut, namun selalu menemui jalan buntu.
Alhasil, mereka melakukan perlawanan ke jalur hukum. Orang tua korban selalu menang di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), namun pihak sekolah selalu punya cara setiap tahun untuk tidak menaikkan ketiga anak tersebut dengan alasan yang berbeda-beda.
Menurut Retno, pada tahun ajaran 2018-2019 misalnya, ketiga anak tersebut tidak naik kelas kali pertama karena dianggap tidak hadir tanpa alasan selama lebih dari 3 bulan.
Padahal, ketiga anak tersebut tidak hadir karena dikeluarkan dari sekolah pada 15 Desember 2018.
Ketiga anak tersebut baru kembali ke sekolah setelah PTUN Samarinda menetapkan putusan sela pada 16 April 2019 hingga putusan itu berkekuatan hukum tetap. Sekolah lantas memutuskan ketiganya tidak naik kelas.
Baca Juga: 3 Kakak Beradik Tidak Naik Kelas Akibat Tak Punya Nilai Agama
Pada 8 Agustus 2019, PTUN Samarinda membatalkan keputusan sekolah karena terbukti melanggar hak-hak anak atas pendidikan dan kebebasan melaksanakan keyakinan mereka.
PTUN Samarinda menilai tindakan sekolah mengeluarkan, menghukum, dan menganggap pelaksanaan keyakinan mereka sebagai pelanggaran hukum, tidak sejalan dengan perlindungan konstitusi atas keyakinan agama dan ibadah.
“Meski hak-hak ketiga anak atas keyakinan beragama dan pendidikan dihormati dan diteguhkan di PTUN, sehingga mereka kembali ke sekolah, namun mereka diperlakukan secara tidak adil karena tidak naik kelas untuk alasan yang tidak sah,” ungkap Retno.
Di sisi lain, guru Pendidikan Jasmani dan Pembimbing Pendidikan Agama Kisten di sekolah itu keberatan jika ketiga kakak beradik tersebut mengikuti pelajaran agama karena adanya perbedaan akidah dan ajaran antara keyakinannya dan agama ketiga anak sebagai Kristen Saksi-Saksi Yehuwa.
Sementara pada tahun 2019-2020, ketiga siswa tersebut kembali tidak naik kelas karena tidak diberikan pelajaran agama dan tidak punya nilai agama.
Sejak ketiga anak kembali ke sekolah melalui putusan PTUN Samarinda, ketiga anak dibiarkan tanpa akses pada kelas pendidikan agama Kristen yang disediakan sekolah.
Padahal kata Retno, orang tua korban,AT, telah berulangkali meminta agar anak-anak diberikan pelajaran agama Kristen agar bisa naik kelas. Namun itu dipersulit dengan berbagai syarat yang tidak berdasar hukum.
“Selama tahun ajaran 2019-2020, Bapak AT terus berupaya meminta agar ketiga anaknya diberikan akses pendidikan Agama dari pihak sekolah. AT tidak pernah menolak kelas Agama Kristen tersebut, bahkan memintanya,” ujar Retno.
Menurut Retno, dalam persoalan ini, pihak sekolah telah melanggar hukum karena tidak memberikan pelajaran agama, menetapkan syarat-syarat yang tidak berdasar hukum, serta mempersoalkan keyakinan agama dari ketiga anak.
“Sekolah bukan hanya tidak mampu memberikan pendidikan Agama dari guru yang seagama bagi ketiga anak tersebut, sebagaimana ketentuan dalam peraturan perundangan, namun dengan aktif menghalangi ketiga anak mendapatkannya," tegasnya.
Pada persoalan ini, PTUN Samarinda memutuskan bahwa keputusan sekolah untuk membuat ketiga anak tidak naik kelas karena pelajaran agama adalah keputusan yang keliru, dilatarbelakangi pada tindakan diskriminatif.
Penulis : Hedi Basri Editor : Gading-Persada
Sumber : Kompas TV