Pendiri PT GSI Tak Sangka Ajakannya pada Kolega Timbulkan Dugaan Konflik Kepentingan
Peristiwa | 8 November 2021, 04:05 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV – Pencetus berdirinya PT Genomik Solidaritas Indonesia (GSI), Arsjad Rasyid, mengaku tidak menduga ajakannya pada kolega untuk mendirikan perusahaan tersebut menimbulkan dugaan konflik kepentingan.
Arsjad yang juga merupakan Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) ini mengatakan, saat awal berniat mendirikan perusahaan, dia hanya memikirkan bahwa perusahaan itu berdiri untuk kebaikan.
“Saya nggak kepikir ke situ (konflik kepentingan)” ucapnya dalam Zoom meeting dengan sejumlah wartawan Kompas Gramedia Grup, Minggu malam (7/11/2021).
Dia menjelaskan, saat itu dia mengajak rekan-rekannya sesama pengusaha yang dianggapnya mau membantu untuk menghadapi pandemi.
“Saya pikir, saya tahunya saya kenal sama semuanya, semua mau bantu masa mau ditolak sih,” tegasnya.
Baca Juga: Sebelum PT GSI Berdiri, Pemegang Saham Sempat Usulkan Menjadi Yayasan
Arsjad juga berpendapat, jika dana yang digunakan oleh pemegang saham untuk mendirikan perusahaan tersebut berasal dari sumber yang benar, hal itu bukan suatu kesalahan.
“Kalau uang itu uang bener kemudian mau investasi di perusahaan, memang salah ya? Yang harus di-track kan dana awal.”
Dia menegaskan bahwa sejak PT GSI berdiri, belum pernah ada pembagian deviden pada pemegang saham, termasuk untuk Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan.
“PT GSI tidak pernah lho mendistribusikan deviden. Pak Luhut nggak pernah ikut-ikutan sama sekali. Saya bukan membela Pak Luhut ya,” tuturnya.
Dia menegaskan, dalam visi PT GSI disebutkan bahwa perusahaan itu berdiri untuk kesehatan dan untuk bangsa Indonesia.
“Itu ada dari awal sudah ada.”
Mengenai harga tes PCR yang terus menurun sejak awal pandemi hingga saat ini, Arsjad menjelaskan bahwa itu terkait dengan suplai barang dan permintaan.
Selain itu, harga juga dipengaruhi oleh harga mesin dan peralatan yang digunakan untuk pelaksanaan tes PCR.
“Waktu itu harga mesin misalnya 1 juta dolar, mungkin hari ini karena demand lebih rendah dan suplainya banyak, harga yang 1 juta tadi, barang yang sama hari ini mungkin bisa setengahnya harganya,” urainya.
Jenis pemeriksa tes PCR disebutnya cukup beragam, ada yang robotik dan ada yang pengoperasiannya manual oleh manusia.
Baca Juga: Heboh Polemik Bisnis PCR PT GSI, Dua Pemilik Saham Angkat Bicara
“Dengan sendirinya harga mesin berbeda-beda.”
Bukan hanya mesin, reagen yang digunakan pun berbeda-beda, ada yang buatan China, Korea, dan lain-lain.
Dengan perbedaan mesin dan peralatan, kualitas hasil akhir pun berbeda.
“Harga reagen di dunia dari 2020 sampai sekarang berubah menurun. Sekarang semua bikin reagen. Demand-nya rendah suplainya tinggi.”
Penulis : Kurniawan Eka Mulyana Editor : Fadhilah
Sumber : Kompas TV