Menteri LHK: Pembangunan Besar-besaran Era Jokowi Tak Boleh Berhenti atas Nama Deforestasi
Peristiwa | 4 November 2021, 04:05 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar menegaskan, pembangunan besar-besaran di era Presiden Joko Widodo atau Jokowi tidak boleh berhenti atas nama emisi karbon atau deforestasi.
Demikian hal itu disampaikan Siti Nurbaya saat memenuhi undangan Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) di Universitas Glasgow, Skotlandia, Selasa (2/11/2021).
Baca Juga: COP26: Jokowi dan 100 Lebih Pemimpin Negara Janji Hentikan Deforestasi per 2030
Siti Nurbaya mengatakan, bahwa FoLU Net Carbon Sink 2030 jangan diartikan sebagai zero deforestation. Menurutnya, hal tersebut perlu dipahami semua pihak untuk kepentingan nasional.
Melalui agenda FoLU Net Carbon Sink, kata dia, Indonesia menegaskan komitmen dalam mengendalikan emisi dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan, sehingga terjadi netralitas karbon sektor kehutanan pada 2030 yang salah satu di antaranya berkaitan dengan deforestasi.
''Bahkan pada tahun tersebut dan seterusnya bisa menjadi negatif, atau terjadi penyerapan/penyimpanan karbon sektor kehutanan," kata Siti Nurbaya melalui keterangan resminya pada Rabu (3/11/2021).
"Oleh karena itu pembangunan yang sedang berlangsung secara besar-besaran era Presiden Jokowi tidak boleh berhenti atas nama emisi karbon atau atas nama deforestasi."
Baca Juga: Makin Parah, Deforestasi di Amazon Brasil Catat Rekor Tertinggi
Memahami Terminologi Deforestasi
Menurut Siti, menghentikan pembangunan atas nama zero deforestation sama dengan melawan mandat UUD 1945 untuk ketetapan nilai dan tujuan (values and goals establishment), serta membangun sasaran nasional untuk kesejahteraan rakyat secara sosial dan ekonomi.
Dia berujar, kekayaan alam Indonesia termasuk hutan harus dikelola dan pemanfaatannya dilakukan menurut kaidah-kaidah berkelanjutan, di samping tentu saja harus berkeadilan.
''Kita juga menolak penggunaan terminologi deforestasi yang tidak sesuai dengan kondisi yang ada di Indonesia. Karena di negara Eropa contohnya, sebatang pohon ditebang di belakang rumah, itu mungkin masuk dalam kategori dan dinilai sebagai deforestasi. Ini tentu beda dengan kondisi di Indonesia,'' ucap Menteri Siti.
Karena itu, ia mengajak semua pihak untuk berhati-hati memahami deforestasi dan tidak membandingkannya dengan terminologi deforestasi negara lain.
Baca Juga: Di Hadapan Joe Biden, Jokowi Sebut Deforestasi RI Terendah dalam 20 Tahun
Sebab, kata dia, ada persoalan cara hidup dan gaya hidup yang berbeda antara masayarakat Indonesia dengan Eropa, Afrika, dan lainnya terkait misalnya soal konsep rumah huni.
''Jadi harus ada compatibility dalam hal metodologi bila akan dilakukan penilaian. Oleh karenanya pada konteks seperti ini jangan bicara sumir dan harus lebih detil. Bila perlu harus sangat rinci,'' ucapnya.
Menteri Siti lantas memberikan gambaran tentang tingkat kemajuan pembangunan suatu negara. Beberapa negara maju dikatakan sudah selesai membangun sejak tahun 1979-an. Selebihnya mereka tinggal menikmati hasil pembangunan.
Artinya sampai dengan sekarang sudah lebih dari 70 tahun untuk masuk ke tahun 2050 saat mereka sebut net zero emission.
Baca Juga: Sikapi COP26 Glasgow, Walhi: Perdagangan Karbon Solusi Palsu Atasi Krisis Iklim
Penulis : Tito Dirhantoro Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Kompas TV