Apa Itu Gempa Swarm? Gempa yang Guncang Salatiga dan Sekitarnya hingga Puluhan Kali
Peristiwa | 24 Oktober 2021, 15:24 WIBGempa swarm tektonik umumnya terjadi karena adanya bagian sesar yang mengalami rayapan atau creeping, sehingga mengalami deformasi aseismik atau adanya segmen sesar yang tidak terkunci yang kemudian bergerak perlahan seperti rayapan (creep).
"Fenomena gempa swarm di Banyubiru ini tentu sangat menarik untuk dikaji lebih lanjut dan menjadi tantangan bagi para ahli kebumian kita untuk mengungkap penyebab sesungguhnya," terangnya.
Durasi dan Dampak Gempa Swarm
Lebih lanjut, Daryono juga menerangkan soal durasi berakhirnya aktivitas gempa swarm yang berbeda-beda. Menurutnya, gempa swarm dapat berlangsung selama beberapa hari, beberapa minggu, bulan, bahkan hingga tahunan.
Salah satu gempa swarm yang terjadi menahun, yaitu swarm Mamasa Sulawesi Barat yang mulai terjadi sejak akhir tahun 2018 dan masih terus terjadi hingga saat ini.
Gempa swarm bukan pertama kalinya terjadi di Indonesia. Fenomenan alam ini, kata Daryono telah terjadi beberapa kali, seperti di Klangon, Madiun pada Juni 2015. Lalu, Jailolo, Halmahera pada Desember 2015, dan Mamasa, Sulawesi Barat pada November 2018.
Terkait dampak yang terjadi dari gempa swarm, Daryono menerangkan bahwa sebenarnya gempa yang terjadi berulang kali ini tidak membahayakan. Terlebih jika bangunan rumah yang berada di zona swarm tidak memiliki struktur yang kuat.
"Jika struktur bangunan lemah maka gempa swarm dapat menyebabkan kerusakan bangunan rumah, seperti yang saat ini sudah terjadi pada beberapa rumah warga di Banyubiru dan Ambarawa," terang Daryono.
Kendati dapat memicu kerusakan, BMKG mengimbau masyarakat untuk tetap waspada dan tidak panik. Gempa swarm yang sangat jarang terjadi ini harapannya dapat menjadi pembelajaran tersendiri bagi masyarakat. Terutama dalam hal mitigasi, seperti membuat bangunan yang kokoh dan aman gempa.
Bahkan, Daryono juga mendorong masyarakat paham soal mitigasi yang harus dilakukan saat terjadi gempa agar selamat. Bukan kemudian, berdoa agar tidak terjadi gempa. Hal itu disebabkan, karena gempa merupakan proses alami sebagaimana fenomena lain seperti hujan atau angin.
"Kita harus memperkuat kapasitas dengan mitigasi konkret, bangunan aman gempa dan tahu cara selamat saat gempa kemudian berdoa agar kita selamat, bukan berdoa jangan terjadi gempa. Karena gempa itu proses alam seperti turun hujan dan angin bertiup," pungkasnya.
Penulis : Nurul Fitriana Editor : Purwanto
Sumber : Kompas TV