> >

LBH Jakarta Beri Anies Rapor Merah, Ini Jawaban Pemprov DKI soal Buruknya Kualitas Udara Jakarta

Peristiwa | 24 Oktober 2021, 09:00 WIB
Suasana gedung bertingkat yang terlihat samar karena kabut polusi di Jakarta Pusat, Senin (8/7/2019). Kualitas udara di DKI Jakarta memburuk pada tahun ini dibandingkan tahun 2018. Prediksi ini berdasarkan pengukuran PM 2,5 atau partikel halus di udara yang berukuran lebih kecil dari 2,5 mikron (mikrometer). (Sumber: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Asisten Pemerintahan Sekda Provinsi DKI Jakarta Sigit Wijatmoko mengatakan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terus berupaya mencari solusi dan menetapkan kebijakan dalam hal pengendalian kualitas udara. 

Hal ini menjawab laporan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta yang salah satunya menyoroti buruknya kualitas udara Jakarta yang sudah melebihi Baku Mutu Udara Ambien Nasional (BMUAN) sebagaimana yang ditetapkan oleh PP No. 41/1999 dan Baku Mutu Udara Daerah Provinsi DKI Jakarta (BMUA DKI Jakarta). 

Sigit menjelaskan, saat ini BMUA DKI Jakarta mengacu pada PP No. 22 Tahun 2021 (Lampiran 7) yang menerapkan standar lebih ketat.

Sedangkan, rujukan yang digunakan laporan LBH masih pada Kepgub No. 551 Tahun 2001 tentang Penetapan BMUA dan Baku Tingkat Kebisingan di Provinsi DKI Jakarta berdasarkan PP No. 41 Tahun 1999. 

Baca Juga: Pemprov DKI Jawab Rapor Merah LBH Jakarta Soal Reklamasi Pantai Utara yang Masih Berjalan

Sigit mengatakan, berdasarkan hasil pemantauan kualitas udara di Jakarta, konsentrasi rata-rata tahunan polutan udara untuk parameter SO2, NO2, dan CO masih berada di bawah BMUA Tahunan.

"Untuk parameter PM10, PM2,5 dan Ozon (O3) di atas BMUA, tetapi mengalami tren penurunan dari tahun ke tahun," kata Sigit dalam siaran persnya, Minggu (24/10/2021).

Sigit mengatakan, Pemprov DKI sudah memiliki aturan terkait pengendalian kualitas udara yang tertuang dalam Instruksi Gubernur (Ingub) No. 66 Tahun 2019 tentang Pengendalian Kualitas Udara.

Pada Ingub tersebut, ada tujuh rencana aksi, yakni:

  • (1) peremejaan bus kecil, sedang dan besar, di mana tidak diperbolehkan lagi angkutan umum yang berusia di atas 10 tahun untuk beroperasi di Jakarta,
  • (2) adanya rekayasa lalu lintas melalui Ganjil Genap, penerapan ERP (Electronic Road Pricing) dan tarif parkir,
  • (3) melakukan uji emisi,
  • (4) migrasi ke transportasi umum,
  • (5) inspeksi setiap enam bulan sekali dan memperketat pengendalian polutan pada cerobong industri aktif,
  • (6) memasifkan penghijauan,
  • (7) mendorong penggunaan energi terbarukan. 

Baca Juga: 4 Tahun Pimpin Jakarta, Ini 10 Rapor Merah Anies Baswedan versi LBH Jakarta

Pemprov DKI, kata Sigit, terus mendorong masyarakat untuk menggunakan transportasi umum dan menjadi sepeda sebagai alat transportasi dalam kegiatan sehar-hari. 

Penulis : Hasya Nindita Editor : Fadhilah

Sumber : Kompas TV


TERBARU