MAKI Minta KPK Terapkan Pasal Pencucian Uang untuk Perkara Korupsi Pembelian LNG di PT Pertamina
Berita utama | 5 Oktober 2021, 11:59 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV- Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerapkan pasal pencucian uang perkara pidana korupsi pembelian LNG, di PT. Pertamina (Persero).
Demikian Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman merespons peralihan penanganan perkara pidana korupsi pembelian LNG, di PT. Pertamina (Persero) dari Kejaksaan Agung ke KPK kepada Kompas TV, Selasa (5/10/2021).
“Dalam rangka untuk mengejar seluruh aliran dana dan kemudian dalam rangka mengembalikan kerugian negara yang sekitar Rp2,2 triliun tadi jadi harus dikenakan pasal pencucian uang,” ujar Boyamin.
Selain itu, MAKI meminta KPK tidak hanya memproses orang-orang di internal Pertamina, tapi juga pihak eksternal. MAKI menduga ada pihak eksternal Pertamina dan mendapatkan keuntungan dari pembelian LNG dari Mozambik.
“Saya menduga ada family-family oknum pejabat yang ikut mengatur dan juga ikut menikmati hasil dari dugaan korupsi perkara ini. Artinya orang ini di luar Pertamina,” ujarnya.
Baca Juga: Kejagung Serahkan Kasus LNG Pertamina yang Diduga Rugikan Negara Rp2 Triliun ke KPK
Bagi MAKI, KPK harus bekerja menyentuh semua aspek dalam penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi pembelian LNG, di PT. Pertamina (Persero).
“Artinya dugaan kerugian negara harus menyentuh dua aspek, satu tentang dugaan kerugian transaksi jual belinya sekitar Rp2 triliun,” kata Boyamin.
“Dan juga kemudian dugaan kerugian terkait dengan bonus yang dibayarkan kepada direksi anak perusahaan dari Pertamina yang sekitar 200 miliar dari proses pengadaan jual beli LNG dari Mozambik,” tambahnya.
Boyamin lebih lanjut menegaskan akan mengajukan praperadilan, jika KPK tidak memproses dua kerugian dalam perkara pidana korupsi pembelian LNG, di PT. Pertamina (Persero). Hal tersebut, menurut Boyamin Saiman dilakukan sebagai bentuk pengawalan dalam perkara ini.
Penulis : Ninuk Cucu Suwanti Editor : Purwanto
Sumber : Kompas TV