Gangguan Kapal Survei China di Perairan Natuna Usik Hak Berdaulat Indonesia
Hukum | 4 Oktober 2021, 15:25 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV – Pada 2-27 September, kapal survei China, Haiyang Dizhi Shihao 10 diduga melakukan riset bawah laut di perairan yang mengandung cadangan minyak dan gas paling besar di Indonesia yakni di perairan yang berada di antara Blok Migas Tuna dan Blok Migas Sokang, Natuna.
Kapal survei China itu sebelumnya, terpantau beroperasi di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia sejak akhir Agustus 2021.
Operasi Haiyang Dizhi 10 selama lebih kurang satu bulan di Laut Natuna Utara (LNU) merupakan gangguan terlama yang dilakukan China terhadap hak berdaulat Indonesia. Meski demikian, Pemerintah RI belum memberikan respons tegas terhadap ulah China di Natuna.
Diketahui pula, kapal serupa, Haiyang Dizhi 8, pernah membuat Pemerintah Malaysia geram karena menggelar survei eksplorasi di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Malaysia selama satu bulan pada April 2020.
Sama dengan kejadian di LNU, kapal tersebut juga melakukan riset di perairan Malaysia yang kaya migas.
Melansir dari Kompas.id, Senin (4/10/2021), Dosen Teknik Geodesi Universitas Gadjah Mada, I Made Andi Arsana menilai, pemerintah seharusnya menanyakan maksud kehadiran Haiyang Dizhi 10 di LNU.
Baca Juga: Kapal Survei China Bakal Kembali ke Laut Natuna Utara, Benarkah Incar Sumber Migas?
“Apabila kapal survei itu memang melakukan penelitian kelautan dan survei hidrografi, seharusnya China meminta izin kepada Pemerintah Indonesia,” ujarnya.
Adapun dalam Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982 mengatur dengan jelas bahwa penelitian kelautan dan survei hidrografi di ZEE oleh negara asing harus dilakukan atas izin negara pantai.
Hal serupa juga diatur dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang ZEE Indonesia.
Penulis : Fransisca Natalia Editor : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas TV/Kompas.id