Anggota Komisi I DPR: Pengiriman KRI ke Laut Natuna Bukti Kegagapan Legislasi Soal Coast Guard
Politik | 17 September 2021, 14:44 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Anggota Komisi I DPR RI Bobby Adhityo Rizaldi menyatakan persoalan kapal China di Perairan Natuna Utara disebabkan belum adanya payung hukum yang mengatur kekuatan Badan Keamanan Laut (Bakamla).
Oleh karena itu, Bobby menilai pengiriman KRI ke Natuna bukan untuk menilang atau menindaklanjuti sesuai proses hukum merupakan bentuk kegagapan yang disebabkan legislasi.
"Bakamla ibaratnya Polantas yang tidak bisa nilang. Kalo tidak bisa nilang bagaimana proses hukumnya, lagi-lagi TNI yang dikirim lagi dengan 5 kapal KRI ke Natuna. Ini kegagapan disebabkan tidak adanya legislasi mengenai siapa Coast Guard," kata Bobby dalam Program 'Dialog Sapa Indonesia Pagi', Jumat (17/9/2021).
Menurut Bobby legislasi soal Bakamla sebagai National Coast Guard atau Penjaga Pantai Nasional adalah sebuay upaya untuk tidak mengulang persoalan serupa.
Politikus Golkar ini juga menyebut jika selama ini China selalu menghadirkan National Coast Guard di laut lepas Indonesia, maka yang harusnya menghadapi adalah sama-sama National Coast Guard.
Baca Juga: Kapal Perang Canggih Buatan Indonesia-Inggris akan Memperkuat Pertahanan di Laut Natuna
"Harusnya yang menghadapi National Coast Guard adalah National Coast Guard juga. Kita (Indonesia) punya Bakamla," terang Bobby.
Terlebih peristiwa kapal China masuk Natuna sudah berulang kali terjadi sejak 2016.
"Ini adalah lagu lama yang berulang-ulang, kita aja yang selalu terkaget-kaget karena problemnya ada di legislasi," tambahnya.
Kendati demikian, Bakamla kini sedang berproses dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi I DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (13/9/2021).
Sekretaris Utama Badan Keamanan Laut (Bakamla) Laksda S Irawan menyampaikan empat poin peta jalan atau roadmap mengenai penguatan kelembagaan.
Dalam rapat tersebut, Kabag Humas dan Protokol Bakamla RI Kolonel Bakamla Wisnu Pramandita menjelaskan, empat poin roadmap tersebut meliputi aspek legislasi, kebijakan dan strategi, sarana dan prasarana serta kebutuhan anggaran Bakamla.
"Bakamla saat ini tengah mendorong peranannya dalam menyinergikan patroli dan sistem informasi maritim sebagaimana diamanatkan dalam UU Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan," ujar Wisnu, dalam keterangan tertulis.
Untuk mewujudkannya, Bakamla menyusun roadmap pengembangan kekuatan dan kemampuan Bakamla sebagai acuan kebijakan dan strategi.
"Sestama Bakamla juga mengungkapkan bahwa kondisi sarana prasarana Bakamla saat ini masih jauh dari ideal karena baru tersedia 10 kapal patroli," kata Wisnu.
Adapun 10 kapal patroli itu berbagai jenis yang dianggap belum mencukupi untuk mengamankan seluruh wilayah Indonesia.
Selain kapal patroli, Bakamla juga membutuhkan pengamatan udara seperti pesawat dan drone.
Wisnu menjelaskan, pengamatan udara ini dibutuhkan untuk melakukan identifikasi terhadap setiap kontak permukaan dalam rangka mengoptimalkan penggunaan kapal patroli.
Baca Juga: Kepala Bakamla Tawarkan Konsep Nelayan Nasional Indonesia untuk Atasi Persoalan di Natuna Utara
Hal ini dibutuhkan untuk menerapkan strategi fleet in being atau armada siaga Bakamla dalam mengamankan wilayah prioritas yang telah ditentukan sebelumnya.
Salah satu wilayah yang menjadi prioritas pengamanan adalah laut Natuna Utara, Kepulauan Riau.
"Sebagaimana diketahui bahwa saat ini Indonesia masih memiliki overlapping claim ZEE dengan Vietnam sehingga kerap kapal-kapal ikan Vietnam memasuki wilayah klaim unilateral ZEEI," tandas Wisnu.
Dalam "Dialog Sapa Indonesia Pagi", Bobby juga menyampaikan apabila kemudian Bakamla ditetapkan sebagai National Coast Guard, maka segala kebutuhannya perlu dilengkapi.
Bahkan Bobby menilai itulah solusi demi tidak terulangnya kejadian China masuk Natuna di masa depan.
"Jika kemudian ditetapkan Bakamla, maka lengkapilah Bakamla. Lengkapilah formasinya, berikan kekuatan payung hukum yang lebih kuat lagi. Inilah sebagai solusi ke depan," pungkas Bobby.
Diberitakan sebelumnya, Kepala Dinas Penerangan Komando Armada I TNI Angkatan Laut Letnan Kolonel Laode Muhammad mengatakan ada empat kapal TNI AL yang bersiaga di Natuna.
Kapal-kapal TNI AL Itu antara lain KRI Diponegoro-365, KRI Silas Papare-386, KRI Teuku Umar-385, dan KRI Bontang-907.
”Yang jelas, kapal kami selalu ada di sana sehingga kalau ada kapal China yang masuk (teritorial RI), kami pasti membayangi,” ujar Laode, kemarin.
Baca Juga: Pakar Hukum Internasional: Kapal China di Perairan Natuna akan Terus Ada Sampai Kiamat
Penulis : Nurul Fitriana Editor : Iman-Firdaus
Sumber : Kompas TV