> >

Kontras: Ada 26 Kasus yang Dilakukan Pemerintah Jokowi Terkait Pembatasan Kebebasan Berpendapat

Politik | 14 September 2021, 16:08 WIB
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras). (Sumber: Istimewa)

JAKARTA, KOMPAS.TV – Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mencatat ada 26 kasus terkait langkah pemerintah dalam upaya membatasi kebebasan berpendapat dan berekspresi.

Koordinator Kontras Fatia Maulidiyanti menilai pemerintahan saat ini memiliki upaya yang tinggi dalam membatasi kebebasan berpendapat dan berekspresi masyarakat. 

Sejak Januari 2021 ada 26 kasus yang merupakan bagian dari pembatasan kebebasan berekspresi tanpa parameter yang terukur.

Mulai dari penghapusan mural, perburuan pelaku dokumentasi, persekusi pembuat konten, penangkapan terkait UU ITE, penangkapan kritik kebijakan PPKM, hingga penangkapan pada beberapa orang yang membentangkan poster guna menyampaikan aspirasinya di depan presiden.

Baca Juga: Staf Presiden Sebut Mural yang Mengkritik Jokowi adalah Kekeliruan Praktik Demokrasi

“Pembatasan kebebasan berekspresi yang belakangan hadir justru menunjukkan bahwa negara tak lagi setia pada demokrasi, melainkan menunjukkan gejala otoritarianisme,” ujar Fatia dalam keterangan tertulisnya, Selasa (14/9/2021).

Fatia menjabarkan sepanjang Juli-Agustus 2021, terdapat 13 kasus persekusi kepada muralist. 13 kasus tersebut terbagi menjadi beberapa isu, yakni 11 tindakan penghapusan mural yang tersebar di beberapa daerah di Indonesia.

Kemudian 1 tindakan perburuan pelaku dokumentasi mural yang berujung korban didatangi pihak kepolisian, dan 1 persekusi pembuat konten mural di Tangerang. 

Sepanjang Januari-Juli 2021, terdapat 13 kasus penangkapan sewenang-wenang yang terdiri dari 8 kasus penangkapan UU ITE yang tersebar di beberapa daerah di Indonesia.

Baca Juga: Bentangkan Poster Saat Jokowi Tiba di Kota Solo, 10 Mahasiswa UNS Ditangkap Polisi

Sebanyak 2 penangkapan isu kinerja institusi, 1 isu mengenai kritik institusi, 2 isu mengenai Papua, dan 3 isu mengenai kinerja pejabat. 

Selanjutnya terdapat 2 kasus penangkapan sewenang-wenang terkait kritik terhadap PPKM, dan yang terakhir adalah 3 penangkapan terkait kritik kinerja kepada pejabat.

Kasus terbaru terjadi pada beberapa mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS) yang membentangkan poster berisikan kritik kepada Presiden Jokowi saat berada di Solo untuk menghadiri Forum Rektor se-Indonesia di Auditorium Fakultas Kedokteran UNS.

Terdapat 10 mahasiswa yang ditangkap aparat terkait aksi pembentangan poster tersebut. Hal ini salah satu bagian dari upaya pemerintahan dalam membatasi ruang kebebasan berekspersi dan berpendapat di muka umum. 

"Beberapa kasus tersebut menunjukkan pemerintahan Jokowi masih alergi dengan kritikan-kritikan yang disampaikan warganya. Hal ini kontradiktif dengan pernyataan Jokowi untuk mempersilakan kritik, tapi tidak menjamin ruang dan bentuk ekspresi kritik warga negara," ujar Fitia.

Baca Juga: Istana Sebut Jokowi Tak Pernah Baper dengan Kritik Mahasiswa

Fitia menambahkan kebebasan berpendapat dan berekspresi merupakan salah satu aspek penting dalam sistem demokrasi.

Indonesia sebagai negara demokrasi mempunyai kewajiban untuk memberikan perlindungan terhadap kebebasan berkumpul, mengemukakan pendapat, serta kebebasan berekspresi.

Untuk itu Kontras mendesak Presiden Jokowi menjamin tiap bentuk ruang dan ekspresi kritik warga negara dengan memberikan arahan tegas kepada alat negara untuk tidak mudah membungkam segala bentuk ekspresi warga negara.

Kemudian mendesak Kapolri untuk memerintahkan jajaran dibawahnya tidak melakukan tindakan sewenang-wenang dalam upaya menyikapi kebebasan berpendapat dan berekspresi oleh masyarakat.

Selanjutnya negara melalui Polri maupun TNI harus tetap mengedepankan prinsip hukum dan HAM, menggunakan cara-cara yang bermartabat dalam merespon persoalan kebebasan berpendapat dan berekspresi di Indonesia. 

Baca Juga: Aktivis HAM Sayangkan Penangkapan Mahasiswa Pembentang Poster di Solo: Aparat Terlalu Reaktif

"Pendekatan keamanan, seperti penangkapan sewenang-wenang, kritik berujung UU ITE, pembungkaman, dan lain-lain justru akan semakin mencederai upaya penyampaian kritik yang dilakukan masyarakat yang dapat mengakibatkan timbulnya ketidakpercayaan pada pemerintahan," ujar Fitia.

 

Penulis : Johannes Mangihot Editor : Purwanto

Sumber : Kompas TV


TERBARU