Pengamat: Jika Ingin Reshuffle, Jokowi Harus Pastikan Menteri Baru Bisa Kerja
Politik | 26 Agustus 2021, 18:43 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV – Pertemuan Presiden Joko Widodo dan sejumlah pemimpin partai politik pendukung pemerintah plus Partai Amanat Nasional (PAN), memunculkan spekulasi soal adanya rencana reshuffle atau perombakan kabinet.
Diundangnya PAN, juga dinilai memberikan sinyal partai pimpinan Zulkifli Hasan itu bakal bergabung ke pemerintahan.
Menanggapi ini Pengamat Politik Yunarto Wijaya berharap, apabila Presiden Joko Widodo ingin merombak kabinetnya, maka perlu dipastikan menteri yang akan dipilih bisa bekerja, dan bukan sekadar memasukkan menteri untuk memperbesar koalisi.
“Apabila terjadi reshuffle, jangan sampai hanya bersifat politik memasukan kepentingan partai politik tertentu. Lakukanlah reshuffle berbasis kinerja,” demikian kata Yunarto Wijaya dalam video yang diterima KompasTV, Kamis (26/8/2021).
Baca Juga: Soal Reshuffle Kabinet Saat PAN Masuk Koalisi Jokowi, Gerindra Serahkan ke Jokowi
Dia mengatakan pemilihan menteri yang benar-benar bisa bekerja memang harus dipastikan, karena kondisi bangsa saat ini sedang sulit. Seperti diketahui, Indonesia sampai saat ini masih berjuang untuk mengatasi pandemi Covid 19.
Selain itu, kata Yunarto, dalam melakukan perombakan kabinet, presiden juga harus memiliki keberanian mengevaluasi kinerja menteri dari partai anggota koalisi yang lama. Sehingga setelah perombakan dilakukan kinerja pemerintahan menjadi lebih baik dan menjamin citra positif pemerintahan.
Sebab menurut Yunarto, bukan tidak mungkin rencana masuknya PAN sebagai bagian dari pemerintahan justru bakal mendapat penolakan dari partai-partai lama yang sudah lebih dulu bergabung di pemerintahan.
Partai-partai politik lama belum tentu bisa menerima kehadiran anggota koalisi baru yang tidak “berkeringat” memenangkan Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
Baca Juga: PAN Sebut Belum Resmi Gabung Koalisi Pemerintah, Tunggu Pernyataan Jokowi
“Jadi jangan sampai masuknya partai baru demi kekuatan yang lebih besar malah meretakkan hubungan yang sudah baik terbina anatara partaai-partai yang sudah lama masuk,” ujarnya.
Direktur Eksekutif Charta Politika ini memahami pemerintah Presiden Joko Widodo ingin menambah besar koalisi demi kepentingan memuluskan kebijakan di parlemen. Dengan bergabungnya PAN maka kekuatan koalisi di parlemen akan bertambah dari 74 persen menjadi 81 persen.
Namun Yunarto mengingatkan, menjelang pemilihan umum, koalisi belum tentu solid.
Belajar dari pengalaman pemerintahan SBY, partai koalisi pendukung pemerintah seperti Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Golongan Karya, justru getol menggulirkan hak angket kasus Century dan hak angket kasus Mafia Pajak.
Mengapa hal itu bisa terjadi, menurut Yunarto, partai politik menjelang periode ke dua berakhir bakal lebih memikirkan kontestasi di pemilu.
“Mereka mulai berbicara soal diri sendiri yang mungkin ingin jadi capres atau menjadi cawapres atau mencari tuan baru, itu yang saya pikir harus diperhitungkan Jokowi secara baik-baik,” paparnya.
Baca Juga: Pengamat: PAN Gabung di Koalisi Buka Kemungkinan Reshuffle, Kursi Menteri PKB Terancam Dikurangi
Penulis : Vidi Batlolone Editor : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Kompas TV