Masih Tahap Pengkajian, Wakil Ketua MPR Sebut Belum Ada Keputusan Soal Amandemen UUD
Politik | 17 Agustus 2021, 19:32 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Wakil Ketua MPR, Syarief Hasan, menegaskan MPR belum memutuskan apapun tentang amendemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, termasuk rencana amendemen terbatas terkait Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).
Menurut Syarief, rencana amandemen konstitusi tersebut masih dalam tahap pengkajian yang dalam dan belum ada keputusan apapun dari fraksi-fraksi MPR.
MPR belum memutuskan apapun, kata Syarief, karena masih melakukan pengkajian yang lebih komprehensif dari semua aspek ketatanegaraan.
"MPR RI pun belum ada keputusan final terkait amendemen terbatas tersebut. Pengkajian tersebut dilakukan untuk mengetahui apakah PPHN yang dibutuhkan tersebut perlu untuk diperkuat melalui amandemen atau tidak perlu melakukan amendemen saat ini," kata Syarief, dalam keterangannya, Selasa (17/8/2021).
Syarief menilai pengkajian tersebut penting dilakukan untuk mengetahui apakah amandemen UUD NRI 1945 perlu dilakukan untuk memasukkan PPHN, atau cukup dengan penguatan UU RPJPN dan UU Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional sebagai payung hukum rencana pembangunan nasional.
"Apalagi amendemen UUD NRI Tahun 1945 berpotensi melebar pada pembahasan lain yang saat ini belum diperlukan, antara lain periodesasi jabatan presiden/wakil presiden dan sebagainya, sekalipun tata cara amendemen sudah diatur dalam UUD pasal 37 ayat 1 dan 2," ujar Syarief.
Baca Juga: Politikus Gerindra: Rakyat Butuh Kehadiran Negara di Tengah Covid-19, Ketimbang Amandemen UUD 1945
Lebih lanjut, Syarief menjelaskan bahwa kajian bersama akan dilakukan dengan melibatkan para akademisi, pemangku kepentingan terkait, dan organisasi masyarakat.
Agar MPR mendapatkan masukan maksimal.
Tujuan kajian tersebut, tambahnya, apabila wacana amendemen UUD NRI Tahun 1945 dilakukan, apakah akan meluas dan dapat terkontrol.
Syarief menyebut para akademisi dan masyarakat melihat ada potensi perubahan yang berlebihan ketika dilakukan amendemen UUD NRI Tahun 1945.
"Masyarakat mengkhawatirkan amendemen UUD NRI 1945 seperti membuka 'kotak pandora' sebagaimana yang pernah disampaikan Presiden Jokowi," terang Syarief.
"Tidak ada jaminan bahwa amandemen UUD NRI 1945 tidak akan melebar kemana-mana," sambungnya.
Selain itu, Syarief juga mengaku mendapatkan masukan dari para akademisi di berbagai perguruan tinggi di Indonesia bahwa banyak masukan yang menyatakan PPHN belum perlu dihadirkan saat ini.
Amandemen tak diperlukan, lanjut dia, karena Indonesia sudah memiliki RPJPN yang memuat rancangan pembangunan yang berkelanjutan.
RPJPN yang dikukuhkan dalam UU Nomor 17/2007 sudah cukup menjadi landasan untuk pembangunan yang berkelanjutan.
"Kita hanya perlu melakukan penguatan sehingga RPJPN tersebut dilaksanakan konsisten dan berkesinambungan pada setiap era kepemimpinan," katanya.
Baca Juga: Demokrat Tak Setuju Pembahasan Amandemen UUD 1945 di Tengah Pandemi Covid-19
Pada akhir keterangannya, Syarief menegaskan bahwa pimpinan MPR akan melibatkan seluruh masyarakat untuk memberikan kritikan, masukan, dan saran dalam pembahasan berbagai isu strategis ketatanegaraan Indonesia.
Sisi lain, tambah Syarief, pemerintah saat ini sedang fokus pada penanganan pandemi Covid-19 yang menjadi masalah utama di berbagai lini kehidupan rakyat sehingga tidak boleh terbagi fokusnya.
Dia menilai pemerintah lebih baik fokus melakukan pemulihan ekonomi nasional, dan keselamatan serta kesehatan rakyat harus menjadi prioritas utama.
Untuk diketahui, pada masa pemerintahan Orde Baru, presiden merupakan mandataris MPR (lembaga tertinggi negara), yang menjalankan Garis-garis Besar Haluan Negara yang ditetapkan MPR.
Sesudah pemerintahan Orde Baru selesai seiring reformasi pada 1998, maka GBHN itu berubah dan MPR di kemudian hari bukanlah lembaga tertinggi negara yang menetapkan GBHN.
Dan tidak memiliki kewenangan mengangkat dan memberhentikan mandataris.
Baca Juga: Sowan ke Jokowi, Bamsoet Pastikan Amandemen UUD 1945 Tak Melebar ke Penambahan Masa Jabatan Presiden
Penulis : Hedi Basri Editor : Gading-Persada
Sumber : Kompas TV