> >

Bima Arya Keluhkan UU Cipta Kerja Bikin Rumit: Kami Sudah Maju, Jadi Belok-Belok Lagi

Peristiwa | 5 Agustus 2021, 21:18 WIB
Wali Kota Bogor Bima Arya (Sumber: KOMPAS.COM)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Wali Kota Bogor, Bima Arya, mengeluhkan Undang-Undang Cipta Kerja yang dianggap malah bikin rumit soal proses perizinan yang telah dibangun pemerintah daerah, khususnya di wilayah Kota Bogor.

Demikian disampaikan Bima Arya dalam acara Ngobrol Virtual Bareng Ombudsman RI tentang UU Cipta Kerja, Kamis (5/8/2021).

Baca Juga: Di Sidang MK, Airlangga Sebut UU Cipta Kerja Bikin Pendapatan per Kapita Rp27 Juta

Bima menjelaskan, adanya UU Cipta Kerja mengharuskan pemerintah daerah melakukan banyak penyesuaian karena mengubah secara dasar sistem perizinan yang sudah tercipta di daerahnya.

"Jadi semacam ada tsunami regulasi baru. Kami sudah maju, terukur, tadinya betul-betul satu pintu, jadinya berbelok-belok lagi. Intinya prosesnya menjadi lebih rumit," kata Bima dikutip dari Kompas.com.

Karena sebab itu, membuat pihaknya harus beradaptasi lagi dengan sistem baru yang akan diterapkan mengacu pada UU Cipta Kerja dan turunannya.

Padahal, kata dia, sejak 2015 Kota Bogor sudah melakukan reformasi di bidang perizinan dengan membentuk Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP).

Serta Mal Pelayanan Publik sesuai rancangan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN RB).

Bima mengatakan, DPMPTSP di Kota Bogor dibentuk sebagai lembaga perizinan yang melayani dalam satu pintu, waktunya terukur, dan transparan.

Baca Juga: Ini Perhitungan Uang Pesangon Bagi Korban PHK dalam UU Cipta Kerja

Pemberkasannya pun bisa dilakukan secara online

Menurutnya, ada 92 jenis perizinan yang dilayani menggunakan tanda tangan elektronik dan terintegrasi dengan berbagai sistem lainnya.

Itu antara lain mulai dari NPWP, BPJS Kesehatan dan Tenaga Kerja, hingga pajak.

Begitu pun dengan Mal Pelayanan Publik di Kota Bogor yang dijadikan referensi nasional, karena menggabungkan belasan unit instansi untuk melayani kebutuhan perizinan masyarakat.

"Tapi kami perlu adaptasi lagi dengan sistem baru. Terus terang, suka atau tidak, (UU Cipta Kerja) mempengaruhi sistem yang sudah terintegrasi dengan sistem pajak dan retribusi daerah," ucap Bima.

Karena sistemnya sudah terintegrasi dengan banyak hal, kata dia, maka sistem perizinan baru sesuai UU tersebut yakni online single submission (OSS) membuatnya harus memulai lagi dari awal.

Adapun sistem OSS merupakan sistem yang menggabungkan seluruh aturan pemerintah pusat, daerah, dan pelaku usaha dengan berbasis risiko.

Baca Juga: Ada Nisan Bertuliskan "RIP UU Cipta Kerja" di Demo Buruh

Hal tersebut sesuai dengan turunan UU Cipta Kerja, yakni Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko dan PP Nomor 6 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha di Daerah.

"Sistem kami sudah terintegrasi dengan banyak hal, sedangkan di OSS ini kami harus memulai lagi, menata lagi. Belum lagi ada reformasi Dinas PTSP, struktur itu harus menyesuaikan juga dengan OSS," kata dia.

Lebih lanjut, Bima juga menyoroti sistem OSS.

Sebab, hal itu membuat target investasi dan pendapatan daerah tidak menentu, baik dari segi data maupun pendapatannya.

Menurut dia, hal tersebut karena terdapat kewenangan yang berbeda.

"Dulu bisa diperkirakan dengan lebih presisi, tapi karena sekarang ada pembagian kewenangan berbeda antara pusat dan daerah, apalagi ada instruksi pemerintah pusat bersifat top down, maka kemampuan melakukan presisi dalam rangka pendapatan daerah jadi berkurang," kata dia.

Akibatnya, clearing house perbaikan sistem pun disebutkannya menjadi terkendala karena semuanya terpusat.

Baca Juga: BPN Ramal UU Cipta Kerja Perparah Alih Fungsi Lahan, 90 Ribu Ha Sawah Berpotensi Hilang Tiap Tahun

"Kami memahami bagaimana Menteri Investasi berusaha kejar setoran untuk menurunkan semua aturan yang ditambahkan dan melakukan koordinasi dengan Kementerian Tata Ruang, Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri untuk memastikan semua berjalan baik," kata Bima.

Meski demikian, Bima Arya mengakui kebijakan omnibus law UU Cipta Kerja tersebut didasari keinginan kuat untuk meningkatkan investasi.

Namun sayangnya, kata dia, targetnya tidak lagi mengejar kecepatan investasi, tetapi juga pemulihan dan pertumbuhan ekonomi di tengah pandemi.

"Ini konteksnya beda, tidak ada yang perkirakan ketika omnibus law dirancang akan diterjang pandemi Covid-19. Jadi ini saya kira kerangka berpikir yang harus dipahami sehingga segala sesuatunya jadi sangat tidak ideal. Tidak ada yang salah, tapi harus ada banyak penyesuaian," ujar dia.

Meskipun UU Cipta Kerja ditargetkan untuk menyeragamkan kualitas perizinan dan pelayanan publik dengan menarik pemerintah daerah ke frekuensi yang sama, kata Bima, tetapi dalam perjalanannya tidak mudah.

Baca Juga: RPP UU Cipta Kerja Perbolehkan Perusahaan PHK Karyawan Tanpa Bayar Full Pesangon

Salah satu faktornya adalah desain legalitas, disparitas kondisi ekonomi dan sosial setiap daerah yang berbeda, hingga aspek pandemi Covid-19.

"Bagi beberapa kota yang sudah maju dalam hal reformasi birokrasi dan sistem perizinan, UU Cipta Kerja justru menimbulkan komplikasi tersendiri. Tidak hanya dalam konsep tapi juga koordinasi dan efektivitas kemudahan perizinan," ujar Bima.

Sementara bagi daerah-daerah yang belum memenuhi itu, kata dia, masih terkendala banyak persoalan, mulai dari sumber daya, tata ruang, teknologi informasi, dan sebagainya.

Penulis : Tito Dirhantoro Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV/Kompas.com


TERBARU