Demokrat Balas Arteria Dahlan: Dia Mengidap Sindrom Lupa yang Akut
Politik | 5 Agustus 2021, 16:10 WIBJAKARTA, KOMPAS TV - Kepala Badan Komunikasi Strategis/Koordinator Juru Bicara Herzaky Mahendra Putra Menanggapi tuduhan Politikus PDIP Arteria Dahlan kepada Demokrat ihwal kritik pengecatan pesawat kepresidenan.
Ia menyebut, kalau anggota komisi III DPR RI itu dan koleganya di Fraksi PDIP itu mengidap sindrom lupa yang akut. Pertama, publik mesti mengingat, kalau Presiden Joko Widodo, Fraksi PDIP, dan tim sukses Joko Widodo, menolak pembelian pesawat kepresidenan oleh Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2014.
"Fraksi PDIP yang diwakili Tjahjo Kumolo, Maruarar Sirait tim sukses Bapak Joko Widodo waktu itu, pesawat kepresidenan belum saatnya dibeli. Menurut mereka, lebih baik buat pendidikan dan kesehatan, atau buat mengelola bencana, bahkan mengusulkan untuk dijual kembali," kata Herzaki kepada Kompas TV, Kamis (5/8/2021).
Baca Juga: PDIP: Cat Pesawat Kepresidenan Merah Putih itu Simbol Kenegaraan
Menurut dia, Arteria ini mengidap sindrom lupa dengan UU MD3 DPR. Nomenklatur pengecatan pesawat itu merupakan satuan tiga, dan berdasarkan UU MD3 DPR tidak bisa mengecek sampai ke satuan tiga.
"Selaku anggota Dewan yang terhormat, seharusnya Arteria sangat paham dengan UU MD3 yang layaknya buku panduan dasar anggota Dewan. Belagak bahas-bahas prosedur administrasi hukum, tapi ternyata UU MD3 saja tidak paham, lalu sebar hoaks Demokrat sudah menyetujui anggaran pengecatan pesawat itu," ujarnya.
Ia mengimbau Arteria untuk baca lebih detail ihwal Undang-Undang No.2 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19.
"Pemerintah itu bisa melakukan realokasi dan refokus anggaran negara untuk dipindahkan ke penanganan pandemi covid-19, termasuk anggaran buat cat pesawat bisa dialihkan ke anggaran untuk penanganan pandemi," katanya.
Ia menilai, pengecatan pesawat ini momentumnya sangat tidak tepat. Keuangan negara ini masih krisis akibat penanganan covid-19 yang seakan tidak terarah dan tidak ada peta jalan yang terukur.
"Anggaran untuk penanganan covid-19 masih banyak berutang. Kekurangan oksigen masih terus terjadi, obat langka, vaksin malah kosong dimana-mana, dan masih banyak insentif tenaga kesehatan yang belum dibayarkan," ujar dia.
Penulis : Fadel Prayoga Editor : Purwanto
Sumber : Kompas TV