Rektor UI Jadi Komisaris BUMN, Ketua Komisi X: Lebih Banyak Dampak Negatifnya
Politik | 21 Juli 2021, 11:47 WIBJAKARTA, KOMPAS TV - Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang resmi mengeluarkan Peraturan Pemerintah atau PP Nomor 75/2021 tentang Statuta Universitas Indonesia (UI). Kebijakan itu mengizinkan seorang Rektor UI bisa rangkap jabatan.
Menanggapi hal itu, Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda menyebut, lahirnya PP Nomor 75/2021 akan lebih banyak berdampak negatif ketimbang positif bagi dunia akademik. Oleh sebab itu, dirinya menyayangkan terbitnya keputusan tersebut.
"Dampak negatifnya akan lebih banyak ketika kampus diajak menjadi bagian dari pemerintah itu. Tapi karena sudah diputuskan dan jadi kebijakan Pak Jokowi, kita pertaruhkan saja sejarahnya seperti apa. Walaupun kita semua sudah bisa memprediksi," kata Syaiful kepada Kompas TV, Senin (21/7/2021).
Baca Juga: Reaksi Netizen Setelah Jokowi Izinkan Rektor UI Rangkap Jabatan
Menurut dia, kampus sebagai institusi pendidikan itu harus otonom, sehingga haram hukumnya seorang pejabat universitas menduduki jabatan juga di pemerintahan.
"Dia tetap harus memerankan sebagai kekuatan kritis, institusi yang memproduksi ilmu pengetahun, diskursus yang produktif bagi siapapun rezimnya," ujarnya.
Politikus PKB itu menyebut, memang tak dilarang bagi seorang pejabat kampus menjabat juga di jabatan pemerintahan lainnya. Hal ini karena di dalam PP Nomor 75/2021 tak melarangnya, tapi itu akan membuat seorang rektor tak akan netral dalam menyikapi kebijakan pemerintah.
"Tentu keluarnya PP ini menyudahi berbagai perdebatan hari ini soal relasi hubungan antara kampus dan kebijakan pemerintah. Masalahnya, rezim Pak Jokowi, secara ideal tidak mejawab kebutuhan dalam sistem demokrasi, kampus harus jadi bagian civil society," katanya.
Sebagai informasi, adanya PP Nomor 75/2021 maka menggantikan peraturan sebelumnya, yakni PP Nomor 68 Tahun 2013.
Dalam perubahan peraturan tentang Statuta UI itu, ada salah satu poin yang menjadi sorotan publik, yakni terkait posisi Rektor UI yang kini boleh merangkap jabatan.
Pada aturan sebelumnya atau PP Nomor 68 Tahun 2013, rektor dan wakil rektor dilarang merangkap sebagai berikut:
a. Pejabat pada satuan pendidikan lain, baik yang diselenggarakan pemerintah maupun masyarakat;
b. Pejabat pada instansi pemerintah, baik pusat maupun daerah;
c. Pejabat pada badan usaha milik negara/daerah maupun swasta;
d. Anggota partai politik atau organisasi yang berafiliasi dengan partai politik; dan/atau
e. Pejabat pada jabatan lain yang memiliki pertentangan kepentingan dengan UI.
Baca Juga: Presiden Jokowi Ubah Peraturan, Rektor UI Boleh Rangkap Jabatan Komisaris BUMN
Sementara dalam revisi Statuta UI pada Pasal 39 (c) PP 75 Tahun 2021, berbunyi rektor dan wakil rektor, sekretaris universitas, dan kepala badan dilarang merangkap sebagai berikut:
a. Pejabat struktural pada perguruan tinggi lain, baik yang diselenggarakan pemerintah maupun masyarakat;
b. Pejabat struktural pada instansi pemerintah pusat maupun daerah;
c. Direksi pada badan usaha milik negara/daerah maupun swasta; atau
d. Pengurus/anggota partai politik atau organisasi yang berafiliasi secara langsung dengan partai politik.
Baca Juga: Polemik Rektor UI Merangkap Jabatan Jadi Komisaris Bank BUMN, Ini Kata Kemendikbud
Dengan demikian, mengacu pada PP Nomor 75 Tahun 2021 bahwa larangan rangkap jabatan pada Rektor UI di BUMN hanya spesifik untuk jabatan direksi.
Artinya, tidak bisa dikatakan menyalahi aturan ketika seorang Rektor UI merangkap jabatan sebagai komisaris di perusahaan pelat merah.
Penulis : Fadel Prayoga Editor : Purwanto
Sumber : Kompas TV