AIMAN - Ekslusif, Masuk ke Dapur Polisi Virtual
Aiman | 8 Maret 2021, 06:35 WIBSaya kembali ke isu dihidupkannya Polisi Virtual. Saya bertanya kepada Brigjen Slamet, apa yang akan dilakukan dengan Polisi Virtual ini, bagaimana prosesnya, mana yang perlu dipilah masuk ke kasus hukum dan mana yang tidak, bagaimana dengan transparansi berkeadilan alias keberimbangan yang jadi tantangan, jangan sampai ada kesan yang mendukung penguasa tak dilanjutkan prosesnya, sebaliknya yang mengkritik pemerintah cepat dilakukan?
Semua pertanyaan lengkap ini, saya ajukan di program AIMAN.
Tapi beberapa di antaranya saya beroleh jawaban. Polisi Virtual adalah sistem yang dibangun untuk menempatkan proses hukum dari pelaksanaan Undang - Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sebagai jalan terakhir (Ultimum Remedium).
Baca Juga: Pakar Digital UGM: Polisi Internet Jangan sampai Mengekang Pengguna Media Sosial
Proses Bertingkat Pelanggar UU ITE
Ada proses bertingkat yang dilakukan. Pertama jika ditemukan adanya indikasi dugaan pelanggaran UU ITE, maka petugas Patroli Polisi Virtual melaporkan kepada pimpinan. Kemudian bentuk indikasi dugaan tersebut diuji di hadapan Ahli Bahasa hingga Ahli Pidana.
Setelah dinyatakan valid bahwa ada dugaan pelanggaran. Maka proses selanjutnya adalah mengirim pesan teguran kepada akun yang terindikasi melanggar tersebut melalui pesan privat (Direct Message).
"Ini supaya yang bersangkutan, tidak dipermalukan di hadapan publik!" jelas Dirtipidsiber Brigjen Slamet.
Teguran ini berupa pesan bahwa ada potensi pelanggaran Undang - Undang ITE, sehingga pemilik akun tersebut diminta untuk menghapusnya. Jika sudah dihapus, maka proses dihentikan, selesai!
Meski demikian record alias catatan atas unggahan sebelumnya yang mengandung dugaan pelanggaran pidana tetap tersimpan di arsip Tipidsiber Bareskrim Polri.
Pada kasus lainnya, Jika dua kali diminta untuk menghapus, unggahan tidak dihapus juga, maka akan dikirimkan surat resmi kepada yang bersangkutan.
Jika surat resmi tak diindahkan, maka akan dilakukan pemanggilan untuk dimintai keterangan, selanjutnya adalah proses hukum akan dijalankan hingga pengadilan.
Bagaimana dengan akun anonim (tanpa nama/identitas asli)?
"Polisi punya perangkat dan kemampuan yang cukup untuk mengetahui mereka yang anonimus, satu contohnya adalah kasus dugaan penghinaan lagu Indonesia Raya yang berada di Malaysia, kita berhasil untuk mengungkapnya tuntas" kata Brigjen Slamet.
Apresiasi dan Pro Kontra yang Mencuat
Jika dilihat dari semangatnya maka, positif adanya Polisi Virtual yang menempatkan pemidanaan sebagai jalan terakhir. Meski suara - suara kekhawatiran tetap ada disuarakan.
Salah satunya dari Damar Juniarto, Direktur Eksekutif SafeNet yang diwawancarai di Sapa Indonesia Pagi, KompasTV 26 Februari 2021, pekan lalu.
"Ini menimbulkan ketakutan baru, ya. Dimana polisi bisa hadir sewaktu-waktu di ruang privat kita. Dia bisa ketuk DM kita dan atau japri."
Menarik untuk dicermati bagaimana pelaksanaannya jika memunculkan jumlah yang masif.
Menarik pula untuk dicermati bagaimana dengan kasus bila ada peretasan yang peretasnya sengaja untuk menuliskan unggahan yang melanggar hukum?
Sebuah pekerjaan rumah yang harus dituntaskan!
Saya Aiman Witjaksono...
Salam!
Penulis : Fadhilah
Sumber : Kompas TV