Kasus Penembakan Laskar FPI KM 50 Belum Jelas, Kapolda Metro Jaya Diundang Sumpah Mubahalah
Update | 3 Maret 2021, 15:03 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Kasus penembakan laskar FPI di Tol Jakarta-Cikampek KM 50 belum juga mencapai kejelasan. Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) mengundang 5 personel polisi, termasuk Kapolda Metro Jaya untuk melakukan sumpah mubahalah bersama pihak keluarga korban.
"Jadi polisi merasa paling benar, yang kemudian keluarga korban merasa paling benar, menurut sistem Islam maka mubahalah," kata anggota TP3 Abdullah Hehamahua, Rabu (3/3/2021).
"Kita bukan menantang tapi mengundang Polda, Humas Polda, dan beberapa perwira yang dianggap terlibat dalam peristiwa Desember itu di KM 50 untuk melakukan mubahalah," kata Abdullah lagi.
Baca Juga: Kabareskrim Baru Soal Tewasnya Laskar FPI di KM 50
Ia mengatakan, nama-nama yang diundang adalah Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus, serta 3 personel kepolisian yang terlibat peristiwa penembakan itu.
Abdullah menyebut, ada dua alasan mengapa pihaknya menyarankan sumpah mubahalah. Pertama, pihaknya meminta penetapan kasus ini sebagai pelanggaran HAM berat.
"Kita sudah ajukan surat ke Presiden untuk menyampaikan data-data temuan di lapangan. Tapi dijawab bahwa itu sudah ditangani oleh Komnas HAM. Hasil rekomendasi Komnas HAM yang pertama bahwa ini bukan pelanggaran HAM berat, pelanggaran HAM biasa. Sedangkan temuan teman-teman di lapangan itu adalah pelanggaran HAM berat," papar Abdullah.
Kedua, menurut TP3, pelaksanaan rekomendasi Komnas HAM sudah terlalu lama berjalan dan tak ada kejelasan.
"Yang kedua, dari Komnas HAM itu rekomendasinya supaya ditangani oleh pihak terkait, ini sudah cukup lama," tambah Abdullah.
Baca Juga: Polisi Sering Lakukan Penyiksaan Pelaku Kriminal, Komnas HAM Minta Pembaruan Sanksi
Lalu, berdasarkan wawancara dengan keluarga korban, TP3 menyebut tak masuk akal bahwa anggota laskar terlarang FPI memiliki senjata api saat kejadian di KM 50 itu.
"Temuan yang disampaikan dari pihak kepolisian dan Komnas HAM bahwa 6 orang anggota FPI yang di Km 50 membawa pistol. Saya dengan teman-teman mewawancarai langsung mendatangi rumah keluarga 6 korban itu dan itu kami menyaksikan rumah mereka, kondisi mereka dan data-data yang keluar di semua itu, penghasilan mereka setiap bulan apa, itu tidak logis mereka punya senjata," tegas Abdullah.
Menurut Abdullah, Presiden Jokowi melalui Menko Polhukam Mahfud telah meminta penanganan kasus secara cepat. Namun, sampai hari ini belum jelas siapa pelaku penembakan.
"Presiden atas dasar rekomendasi Komnas HAM melalui Menko Polhukam supaya ditangani secepatnya, transparan, tapi sampai hari ini tidak ada informasi, siapa yang bertanggung jawab, dianggap sebagai terduga melakukan pembunuhan itu tidak ada," ujar Abdullah.
Karena itu, ia berharap sumpah mubahalah bisa menyelesaikan hal ini.
Baca Juga: Kabareskrim: Kapolri Tekankan Segera Laksanakan Rekomendasi Komnas HAM Soal Penembakan Laskar FPI
"Jadi kalau betul misalnya keluarga korban mengaku bahwa tidak ada pistol dan tidak ada senjata mereka berbohong ya mereka dilaknat oleh Allah, begitu juga dari pihak polisi. Kalau mereka mengatakan bahwa betul FPI punya senjata, kalau mereka berbohong dilaknat juga oleh Allah. Itu penyelesaian jalan keluar," pungkas Abdullah.
Komnas HAM dalam rekomendasinya menyebut, 4 dari 6 laskar FPI yang tertembak sebagai korban pelanggaran HAM.
Kapolri Listyo Sigit telah memerintahkan agar jajaran kepolisian segera melaksanakan rekomendasi Komnas HAM.
Penulis : Ahmad-Zuhad
Sumber : Kompas TV