Ini Alasan PBNU Tolak Investasi Miras, Tak Berubah Sejak Zaman SBY
Peristiwa | 2 Maret 2021, 03:43 WIBJAKARTA - KOMPAS.TV - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menolak keras izin investasi minuman keras (miras) yang dilegalkan pemerintah. Hal tersebut dikatakan Sekretaris Jenderal PBNU H Ahmad Helmy Faishal Zaini.
Menurutnya, PBNU secara tegas menolak langkah Presiden Jokowi yang membuka izin investasi untuk industri minuman keras atau beralkohol dari skala besar hingga kecil di empat wilayah di Indonesia.
"Sikap kami tetap tidak berubah sejak 2013, saat pertama kali aturan ini digulirkan pada zaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). PBNU tetap menolak investasi minuman keras dibebaskan. Sebab Indonesia ini bukan negara sekuler," tegas Helmy aeperti dikutip dari nu.or.id, Senin (1/3/2021).
Baca Juga: Muhammadiyah Tolak Perpres Investasi Miras: Jangan Dilihat dari Sisi Ekonomi Saja
Lebih lanjut, ia menegaskan, Indonesia adalah negara Pancasila yang berketuhanan. Karena itu, dalam berbagai peraturan yang dikeluarkan pemerintah dan semua perilaku masyarakat harus berpedoman dengan nilai-nilai agama.
"Indonesia memang bukan negara agama, tetapi negara yang masyarakatnya beragama. Jadi soal investasi minuman keras ini perlu dipertimbangkan kemudaratannya," tambah Kang Helmy, sapaan akrabnya.
Jika yang menjadi pertimbangan adalah soal kearifan lokal, ia mengusulkan sebaiknya bisa dialihkan kepada produk-produk lain. Yakni produk yang tidak mengandung alkohol.
Sebab, miras mudaratnya lebih banyak daripada manfaatnya lantaran alkohol diharamkan dalam syariat Islam.
Dalam menolak investasi tentang minuman keras ini, Helmy menegaskan bahwa PBNU tetap berpegang pada dalil-dalil agama. Salah satunya dengan berpegang pada kaidah fikih yang masyhur di kalangan warga NU.
Baca Juga: Reaksi Keras Habib Rizieq Shihab Setelah Jokowi Legalkan Investasi Miras
"Dar’ul mafasid muqaddamun ala jalbil mashalih (mencegah kerusakan lebih diutamakan daripada mengambil kebaikan). Investasi adalah hal baik. Namun jika investasi itu mengandung unsur mudarat yang lebih membahayakan, maka tentu hal ini dilarang syariat," tegas Helmy.
Penulis : Fadhilah
Sumber : Kompas TV