Duduk Perkara Tagihan Listrik Rp 68 Juta, Ternyata Kronologi Pelanggan dan PLN Berbeda
Peristiwa | 18 Januari 2021, 12:03 WIBDenda Rp 68 Juta
Setelahnya M langsung diberi denda sebanyak Rp 68 juta. PLN menyebut mereka telah melanggar tingkat 2 P2TL. Namun yang membuat M tidak terima adalah karena dari uji lab hanya error 10-15 persen.
Dia dan suaminya juga sudah menjelaskan bahwa rumah tersebut masih atas nama kakak dari suami.
Keduanya ingin menanyakan terkait adanya kabel hitam itu. Namun mereka mengaku tidak diizinkan dan harus membayar denda saat itu juga atau diputus listriknya.
"Kami mau konfirmasi boleh nggak 1-3 hari gitu. Jawabannya apa? Nggak boleh. Bayar hari ini atau sebelum jam 5 listrik bapak diputus," kata dia.
Dia mengatakan ketentuan tersebut tidak bisa dinego. Padahal menurut aturan yang dia baca ada waktu 3 hari.
Karena tidak ada uang sebanyak itu, pihak petugas memutuskan boleh membayar sebesar 30 persen lebih dulu atau sekitar Rp 20,4 juta.
M juga merasa bahwa tindakan PLN tidak adil, karena tidak menjelaskan opsi lain bahwa keluarga yang bersangkutan juga bisa mengajukan keberatan.
Hal itu baru dia ketahui belakangan. Dia berharap sisa denda bisa dinegosiasikan.
"Kalau katanya kami sudah tandatangan menerima kenyataan itu, ya karena dipaksa bayar atau diputus. Kalo tandatangan ya bersedia membayar. Jadi ini pemaksaan juga. Kalau saya memang terima, saya gak akan bikin thread," jelas M.
Baca Juga: Wajarkah Tagihan Listrik Naik Gila-gilaan di Tengah Pandemi? Begini Penjelasan PLN
Kronologi Versi PLN
Sementara itu, SRM General Affairs PLN UID Jakarta Raya, Emir Muhaimin, mengatakan, ditemukan indikasi ketidaksesuaian yang ditetapkan sebagai pelanggaran kategori P2 sehingga ada besaran tagihan susulan (TS) dengan besaran seperti informasi yang disampaikan pelanggan yaitu RP 68 juta.
Menurut dia, pelanggan telah membayar uang muka sebesar 30 persen dan sisanya dicicil. Emir mengeklaim bahwa komunikasi dengan pelanggan selalu terbuka.
"Saat ini pihak PLN Kebon Jeruk terus berkomunikasi dengan pihak pelanggan dan menurut kami pintu komunikasi dengan PLN selalu terbuka dan tidak pernah kami tutup," kata Emir.
Terpisah, Manajer UP3 Kebon Jerum Yondri Nelwan mengatakan, petugas PLN yang mendatangi keluarga M pada 14 Januari 2021 telah melakukan Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik (P2TL).
Menurut dia, proses itu disaksikan pemilik rumah. Dari hasil pemeriksaan, petugas PLN menemukan kejanggalan pada kWh meter yaitu pada anngka meter dan segel.
Selanjutnya, petugas membawa kWh meter itu dibawa untuk dilakukan pengujian, dan menggantinya dengan yang baru.
Pihak PLN mengklaim bahwa proses pengujian kWh meter pada 15 Januari 2021 disaksikan pihak pelanggan dan kepolisian.
Hasilnya, ditemukan kawat jumper pada kWh meter yang memengaruhi penghitungan pemakaian listrik.
"Dari hasil pengujian, ditemukan kawat jumper pada kWh meter yang memengaruhi penghitungan pemakaian tenaga listrik. Pelanggaran tersebut masuk ke golongan pelanggaran P2, yaitu memengaruhi pengukuran energi dan dikenakan tagihan susulan (TS) sebesar Rp 68.051.521," kata pihak PLN dalam keterangan tertulisnya.
Menurut pihak PLN, pelanggan itu sudah menerima penjelasan dari PLN dan bersedia membayar tagihan susulan tersebut dengan uang muka sebesar 30 persen. Sisanya dibayar secara angsuran.
Selain itu, PLN juga mengimbau masyarakat untuk tidak mengutak-atik kWh meter yang dapat memengaruhi pemakaian energi listrik.
Masyarakat juga diingatkan untuk melakukan cek kelistrikan saat melakukan jual beli atau sewa rumah agar tidak timbul persoalan di kemudian hari.
Baca Juga: Diskon Tagihan Listrik Selama Pandemi Covid-19
Penulis : Fadhilah
Sumber : Kompas TV