Virus Corona dari Inggris Diprediksi Sudah Masuk Indonesia, Ini Penjelasan Ahli
Update corona | 6 Januari 2021, 19:09 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV – Peneliti genomik molekuler dari Aligning Bioinformatics dan anggota konsorsium Covid-19 Genomics UK, Riza Arief Putranto, memprediksi bahwa mutasi virus SARS-CoV-2 yang berasal dari Inggris sudah masuk ke Indonesia.
Menurutnya, prediksi tersebut diperkuat dengan lamanya jeda kemunculan mutasi virus tersebut dengan diambilnya kebijakan larangan masuknya WNA oleh pemerintah Indonesia.
Mutasi virus corona yang dinamakan B.1.17 itu muncul lewat pemberitaan pada September 2020. Sedangkan larangan masuknya WNA baru diterapkan pada 1 Januari.
Baca Juga: Inggris Kembali Terapkan Lockdown Hingga Pertengahan Februari
Dengan adanya jeda waktu selama 3-4 bulan memungkinkan adanya sejumlah orang yang bepergian dari Inggris lalu masuk ke Indonesia dan terinfeksi mutasi virus yang memiliki tingkat penularan lebih tinggi tersebut.
Karena itu, kebijakan pemerintah menutup pintu masuk ke Indonesia bagi seluruh WNA sejak 1 hingga 14 Januari dinilai tak cukup untuk mencegah masuknya mutasi virus corona tersebut.
”Saat ini penting untuk memikirkan mitigasinya, bukan hanya pencegahannya,” kata Riza dikutip dari Kompas.com.
Adapun untuk menemukan varian baru ini diperlukan surveilans genomik. Sejauh ini surveilans genomik di Indonesia masih sangat kurang sehingga bisa jadi virus ini sudah ada di Indonesia, tetapi belum terdeteksi.
Wakil Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Herawati Supolo Sudoyo mengatakan, untuk mendeteksi keberadaan varian baru B.1.1.7 ini harus dilakukan analisis pengurutan total genomnya.
Menurut Herawati, varian baru ini memiliki 17 mutasi dan 6 di antaranya di protein spike (paku).
”Kalau analisis PCR biasa hasilnya bisa tidak konklusif, jadi tidak ada jalan lain selain WGS (whole genome sequencing),” katanya.
Sementara itu untuk menganalisis sekunes genom, membutuhkan biaya tidak murah. Menurut Herawati, untuk 20 spesimen saja butuh biaya sekitar Rp 300 juta atau sekitar Rp 15 juta per spesimen.
”Sejauh ini Eijkman telah melakukan analisis WGS 40 genom, dan menargetkan melakukan analisis terhadap 1.000 spesimen,” katanya.
Herawati mengatakan, Kementerian Kesehatan berencana meningkatkan kapasitas surveilans genomik ini dengan menggandeng sejumlah laboratorium di bawah Litbang Kementerian Kesehatan.
Baca Juga: Menkes: Virus Corona Varian Baru Lebih Cepat Menular tapi Tak Terbukti Lebih Parah
Mitigasi Harus yang Utama
Sementara Eijkman dan sejumlah laboratorium molekuler perguruan tinggi di bawah koordinasi Kementerian Riset dan Teknologi.
Namun, menurut Riza, peningkatan surveilans genomik di Indonesia ini tidak bisa dilakukan dengan cepat.
”Karena itu mitigasi harus jadi yang utama saat ini,” ujarnya.
Varian baru B.1.1.7 ini diketahui memiliki kemampuan lebih menular hingga 70 persen dibandingkan dengan varian awal SARS-CoV-2 yang ditemukan di Wuhan, China.
Sekalipun belum ada bukti bahwa virus ini bisa memicu keparahan dan risiko kematian, tetapi, menurut Riza, yang harus diperhitungkan yaitu kemungkinan lebih cepatnya penularan dan lonjakan kasus Covid-19.
Untuk itu, upaya untuk menekan lonjakan kasus dengan melakukan 3 T (tracing, testing, dan treatment) serta pembatasan pergerakan orang sangat dibutuhkan.
Riza menambahkan, dari sekitar 138 total genom SARS-CoV-2 dari Indonesia yang telah didaftarkan di GISAID, platform gobal berbagi data genom virus, belum ditemukan adanya mutasi B.1.1.7 ini.
”Dari 138 genom itu, sebanyak 92 memiliki varian mutasi D614G,” ujarnya.
Baca Juga: Suntik Vaksin Corona Jokowi Disiarkan Langsung
Delapan genom yang baru didaftarkan Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo ke GISAID, menurut Riza, juga masih memiliki varian D614G.
Mutasi D614G telah ditemukan di Indonesia sejak Agustus 2020 dan saat ini telah mendominasi sekitar 67 persen dari genom virus korona baru ini di Indonesia.
Varian D614G sebelumnya juga diketahui lebih menular, tetapi B.1.1.7 jauh lebih menular dan di banyak negara lain telah menggantikan varian-varian sebelumnya.
Menurut laporan Centers for Desease Control and Prevention (CDC) Amerika Serikat, selain varian B.1.1.7, saat ini juga muncul varian baru yang terbentuk dari mutasi di Afrika Selatan yang dikenal sebagai B.1.351.
Selain itu juga muncul varian ketiga juga muncul dan telah terdeteksi di Nigeria, tetapi tidak ada bukti bahwa itu lebih parah atau lebih dapat menular.
Baca Juga: Penerima Vaksin Corona akan Menerima SMS Blast
Penulis : Fadhilah
Sumber : Kompas TV