> >

Ketua Komisi Dakwah MUI: Amar Ma'ruf Nahi Munkar Tidak Boleh Langgar Hukum

Peristiwa | 31 Desember 2020, 09:20 WIB
M. Cholil Nafis, Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat dan Sekretaris Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 MUI. (Sumber: Dok MUI)


JAKARTA, KOMPAS.TV-Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Cholil Nafis menyebutkan bahwa "amar ma'ruf nahi munkar" ada aturannya di Indonesia. Amar ma'ruf dan nahi munkar adalah dakwah yang mengajak pada kebaikan dan mencegah kerusakan. Menurut Cholil Nafis tak boleh melanggar hukum.


"Amar ma'ruf dan nahi munkar selain sesuai syariah juga harus sesuai hukum nasional dan tak boleh melanggar hukum," kata Cholil Nafis lewat cuitan di akun @cholilnafis, Kamis (31/12/2020).

Karena itu, penting bagi siapa saja untuk berjuang di ranah legislasi. "Makanya  perjuangan di legislasi itu penting agar amar ma'ruf kita tidak kontraproduktif," tambahnya.

Baca Juga: Ini Imbauan MUI Terkait Kasus Pelemparan Bom Molotov di Masjid Cengkareng

Cuitan dosen pasca sarjana Universitas Indonesia itu, merupakan tanggapan atas netizen yang mempersoalkan tentang pembubaran FPI (Front Pembela Islam). 

Menurutnya, organisasi itu hanya kendaraan yang bisa dibuat dan bisa dibubarkan. "Selamat datang para pejuang Islam. Organisasi itu perkumpulan (jama'ah dan jam'iyah) yang bisa dibuat juga bisa dibubarkan. Bahkan bisa bubar sendiri. seperti tahlilan atau kumpul shalawatan itu bisa diundang dan bisa pulang masing2. tapi selamanya Tujuannya adlh ridha Allah SWT," katanya.

Pembubaran FPI oleh pemerintah Rabu (30/12/2020) menuai kontroversi. Sebab, yang dijadikan dasar salah satunya SKT (Surat Keterangan Terdaftar). Menurut Koalisi Masyarakat Sipil, FPI tidak bisa dibubarkan bila hanya berlandaskan SKT. 

Baca Juga: Penjelasan FPI Ganti Nama Jadi Front Persatuan Islam

Sebab Mahkamah Konstitusi sudah memutuskan dalam No. 82/PUU-XI/2013 bahwa Pasal 16 ayat (3) dan Pasal 18 UU Ormas, yang mewajibkan organisasi memiliki SKT, bertentangan dengan UUD 1945.

Dalam bagian pertimbangan putusan tersebut, Mahkamah Konstitusi bahkan menyatakan: “berdasarkan prinsip kebebasan berkumpul dan berserikat, suatu Ormas yang tidak mendaftarkan diri pada instansi pemerintah yang berwenang tidak mendapatkan pelayanan dari pemerintah (negara), tetapi negara tidak dapat menetapkan Ormas tersebut sebagai Ormas terlarang, atau negara juga tidak dapat melarang kegiatan Ormas tersebut sepanjang tidak melakukan kegiatan yang mengganggu keamanan, ketertiban umum, atau melakukan pelanggaran hukum”.

Penulis : Iman-Firdaus

Sumber : Kompas TV


TERBARU