Menteri PPPA Sebut Anak Muda Harus Diberikan Pemahaman Terkait Penghapusan KDRT
Sosial | 19 November 2020, 14:53 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Anak muda harus diberikan pemahaman terkait upaya penghapusan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Baca Juga: Viral! Dugaan KDRT Perwira Polisi, Berujung Saling Lapor
Hal itu sebagaimana disampaikan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati, saat menghadiri sosialisasi pencegahan KDRT di Masamba, Luwu Utara, Sulawesi Selatan, seperti dikutip dari situs Kementerian PPPA, Rabu (18/11/2020).
Bintang mengatakan, pemahaman dalam Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT harus diberikan untuk memutus mata rantai kekerasan.
“Mata rantai KDRT dapat diputus bila komunitas muda-mudi sebagai calon ibu dan ayah dalam rumah tangga diberikan pemahaman, pengetahuan, dan peran yang signifikan dalam penghapusan KDRT," ujar Bintang.
Menurut Bintang, keterlibatan komunitas generasi muda merupakan langkah strategis dalam pencegahan KDRT.
Semakin cepat mengenali potensi KDRT, maka generasi muda akan semakin siap untuk menghindarinya.
Berdasarkan data SIMFONI PPA pada 1 Januari sampai 6 November 2020, menurut tahun pelaporan menunjukkan bahwa dari seluruh kasus kekerasan terhadap perempuan (5.573 kasus), mayoritas kasusnya adalah KDRT sebanyak 3.419 kasus atau 60,75 persen.
Baca Juga: Caleg Gerindra Bunuh Diri, Diduga Masalah Ekonomi & KDRT Jadi Pemicu
"Karena sifatnya cenderung terselubung, maka sosialisasi pencegahan KDRT harus lebih masif dilakukan dengan menggandeng banyak pihak," katanya.
Di sisi lain, penanganan KDRT bagi yang sudah berumah tangga jauh lebih sulit.
"Kita memerlukan waktu, pengorbanan dan biaya yang lebih banyak. Begitu pula dampak fisik maupun psikologis yang dirasakan korban pun sangat besar," tutur Bintang.
Bintang menjelaskan, investasi sumber daya sebagai cara pencegahan pun dinilai akan sangat efektif untuk mencegah KDRT.
Selama ini, lanjut Bintang, KDRT masih menjadi hal tabu di sebagian masyarakat karena dianggap sebagai ranah pribadi yang tidak perlu diungkap.
Hal itu pula yang menyebabkan korban KDRT tidak terdeteksi sehingga suara mereka tenggelam dalam budaya patriarki yang kuat di masyarakat Indonesia.
Penulis : Deni-Muliya
Sumber : Kompas TV