Ini Pasal-pasal Kontroversial di Bab Ketenagakerjaan UU Cipta Kerja, dari Kontrak, Upah Hingga Libur
Politik | 6 Oktober 2020, 11:55 WIBJAKARTA, KOMPAS TV - Meski mendapat penolakan dari seluruh lapisan masyarakat, DPR bersama pemerintah tetap mengesahkan Omnibus Law RUU Cipta Kerja menjadi Undang-undang pada Senin, 5 Oktober 2020.
Diketahui, UU Cipta Kerja terdiri atas 15 bab dan 174 pasal. Di dalamnya, mengatur mengenai ketenagakerjaan hingga lingkungan hidup.
Pemerintah yang diwakili Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengklaim, RUU Cipta Kerja diperlukan untuk memperbanyak lapangan kerja.
Baca Juga: Tak Hanya Cipta Kerja, Ini 3 UU Kontroversial yang Disahkan Era Jokowi
Selain itu, kata dia, RUU Cipta Kerja juga untuk meningkatkan efektivitas birokrasi. Karenanya, dia menyebut undang-undang ini akan memberikan manfaat bagi masyarakat dan pemerintah.
"Kita memerlukan penyederhanaan, sinkronisasi, dan pemangkasan regulasi. Untuk itu, diperlukan UU Cipta Kerja yang merevisi beberapa undang-undang yang menghambat pencapaian tujuan dan penciptaan lapangan kerja," ujar Airlangga.
"UU tersebut sekaligus sebagai instrumen dan penyederhanaan serta peningkatan efektivitas birokrasi.”
Sementara itu, Ketua DPR RI Puan Maharani mengatakan, UU Cipta Kerja akan mampu membangun ekosistem berusaha yang lebih baik.
Menurut Puan, pembahasan UU Cipta Kerja yang dimulai DPR dan pemerintah sejak April hingga Oktober dilakukan secara transparan dan cermat. Dia menegaskan, muatan UU Cipta Kerja mengutamakan kepentingan nasional.
Baca Juga: Detik-detik Fraksi Demokrat "Walk Out" di Sidang Pengesahan RUU Cipta Kerja DPR
"RUU ini telah dapat diselesaikan oleh pemerintah dan DPR melalui pembahasan yang intensif dan dilakukan secara terbuka, cermat, dan mengutamakan kepentingan nasional, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang," kata dia.
Dilansir dari Kompas.com, beberapa pasal dalam Undang-undang Cipta Kerja Bab IV tentang Ketenagakerjaan dinilai bermasalah dan kontroversial. Itu di antaranya sebagai berikut:
Pasal 59
UU Cipta Kerja menghapus aturan mengenai jangka waktu perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) atau pekerja kontrak.
Pasal 59 ayat (4) UU Cipta Kerja menyebutkan, ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaan, jangka waktu, dan batas waktu perpanjangan perjanjian kerja waktu tertentu diatur dengan peraturan pemerintah.
Sebelumnya, UU Ketenagakerjaan mengatur PKWT dapat diadakan paling lama dua tahun dan hanya boleh diperpanjang satu kali untuk jangka waktu paling lama satu tahun.
Ketentuan baru ini berpotensi memberikan kekuasaan dan keleluasaan bagi pengusaha untuk mempertahankan status pekerja kontrak tanpa batas.
Baca Juga: Masyarakat Adat: UU Cipta Kerja Tak Tuntaskan Konflik Agraria
Pasal 79
Hak pekerja mendapatkan hari libur dua hari dalam satu pekan yang sebelumnya diatur dalam UU Ketenagakerjaan dipangkas.
Pasal 79 ayat (2) huruf (b) mengatur, pekerja wajib diberikan waktu istirahat mingguan satu hari untuk enam hari kerja dalam satu pekan.
Selain itu, Pasal 79 juga menghapus kewajiban perusahaan memberikan istirahat panjang dua bulan bagi pekerja yang telah bekerja selama enam tahun berturut-turut dan berlaku tiap kelipatan masa kerja enam tahun.
Penulis : Tito-Dirhantoro
Sumber : Kompas TV