> >

Irjen Napoleon Bonaparte Minta Rp 7 Miliar, Begini Detik-detik Penghapusan Red Notice Djoko Tjandra

Hukum | 30 September 2020, 10:40 WIB
Mantan Kadivhubinter Polri, Irjen Pol Napoleon Bonaparte. (Sumber: KOMPAS.com/AMBARANIE NADIA)

JAKARTA, KOMPAS TV - Tim Hukum Bareskrim Polri menjawab dalil permohonan praperadilan yang diajukan mantan Kadiv Hubinter Polri Irjen Napoleon Bonaparte terkait kasus penghapusan red notice terpidana Djoko Tjandra.

Menurut keterangan Tim hukum Bareskrim Polri, ada permintaan uang sebesar Rp 7 miliar dari Irjen Napoleon Bonaparte kepada Djoko Tjandra lewat orang suruhannya, Tommi Sumardi, untuk keperluan penghapusan red notice.

"Irjen NP tidak mau menerima uang yang disediakan, dan meminta sebesar Rp 7 miliar," kata salah satu anggota tim hukum Bareskrim Polri dalam sidang lanjutan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (29/9/2020).

Baca Juga: Irjen Pol Napoleon Bonaparte Menyatakan Tetap Setia Kepada Polri dan Pimpinannya

Sebelumnya, dalam sidang pada Senin (28/9/2020), Irjen Napoleon Bonaparte dalam permohonannya meminta hakim memerintahkan Polri untuk menghentikan penyidikan perkara, dan mencabut status tersangkanya.

Sebab, Napoleon membantah telah menerima uang 20 ribu dolar AS atau setara Rp 296 juta dari Djoko Tjandra lewat Tommi Sumardi. Napoleon menyebut, Polri tak punya bukti atas tuduhan itu. 

Selain itu, Napoleon malah menyebut penyidik Polri menyita uang tersebut dari tersangka lainnya, yakni Brigjen Prasetijo Utomo, tetapi membebankan pidana terhadapnya.

Menanggapi hal itu, Tim Hukum Polri menyampaikan pembelaannya dan merunut kronologi upaya Napoleon mencabut red notice terpidana Djoko Tjandra.

Baca Juga: Polri: Irjen Napoleon Bonaparte Tidak Ditahan Bukan karena Dia Jenderal Bintang Dua

Tim hukum Bareskrim Polri menyampaikan berdasarkan hasil penyidikan, rencana penghapusan status buronan terhadap Djoko Tjandra sudah dibicarakan sejak Maret 2020.

Bermula ketika Djoko Tjandra menghubungi Tommi Sumardi. Djoko meminta bantuan kepada Tommi untuk mencabut red notice. Dari pembicaraan itu, kemudian terkuak adanya permintaan uang sebesar Rp 15 miliar.

Namun, Djoko Tjandra merasa keberatan. Lalu ada tawar menawar hingga akhirnya Djoko Tjandra setuju di harga Rp 10 miliar. Rencana tersebut berlanjut pada April 2020.

Tommi Sumardi kemudian mendatangi rumah tersangka Brigjen Prasetijo Utomo. Dalam kunjungannya, Tommi Sumardi meminta Prasetijo untuk dikenalkan dengan Napoleon selaku Kadiv Hubinter Mabes Polri.

Baca Juga: Disebut Terima Suap dari Djoko Tjandra, Irjen Napoleon Bonaparte Gugat Bareskrim

"Dari situ kemudian PU (Prasetijo Utomo) bersama TM (Tommi Sumardi) menghadap NB (Napoleon Bonaparte) di Gedung TMCC lantai 11 (Mabes Polri)," ujar tim hukum. 

Dari perjumpaan tersebut, Tommi Sumardi membuka pembicaraan soal status buronan Djoko Tjandra. Tommy meminta untuk dicek statusnya Djoko Tjandra.

Esoknya, Tomny Sumardi datang lagi menemui Prasetijo. Keduanya berencana mendatangi Napoleon di ruang kerjanya.

Saat pertemuan itulah, baru Tommi Sumardi menyampaikan rencanaa awalnya utnuk penghapusan red notice Djoko Tjandra.

"NB lalu menyampaikan bahwa red notice atas nama DT (Djoko Tjandra) bisa dibuka asal ada uang sebesar Rp 3 miliar," ujar tim hukum Polri.

Baca Juga: Irjen Napoleon Bonaparte Minta Polisi Cabut Status Tersangka dan Hentikan Penyidikan

Pada hari itu juga, kata tim hukum, Tommi Sumardi memberikan uang tunai sebesar 100 ribu dolar AS (Rp 1,4 miliar).

Uang tersebut kemudian dibagi tiga, senilai 20 ribu untuk Prasetijo, 30 ribu untuk Tommi Sumardi sendiri, dan 50 ribu untuk Napoleon.

"Akan tetapi NB menolak, tidak mau menerima uang dengan jumlah tersebut, dan meminta sebesar Rp 7 miliar," ujar tim hukum Polri. 

Selanjutnya, pada kurun waktu April hingga Mei 2020, Napoleon memerintahkan Kombes Tommy Arya untuk membuat surat berupa produk hukum yang berkaitan dengan red notice.

Baca Juga: Sidang Praperadilan Irjen Napoleon Bonaparte Kembali Dilanjutkan

Surat tersebut kemudian ditandatangani oleh Brigjen Nugroho Slamet Wibowo selaku Sekretaris Interpol Polri yang bertujuan untuk menghapus nama buronan dalam daftar pencarian orang (DPO) Djoko Tjandra di sistem imigrasi.

Setelah penerbitan surat tersebut, Djoko Tjandra membayar Rp 7 miliar. Uang pembayaran itu dibagi dalam bentuk mata uang yakni dolar AS dan Singapura.

Penyidik yang menangani kasus ini pun mengaku punya bukti-bukti terkait pencairan uang tersebut yang dilakukan secara bertahap.

"Meskipun tersangka Irjen NB menyangkal menerima uang tersebut, tetapi sudah patut dipertanyakan atas penerbitan surat-surat yang menguntungkan pihak pemberi suap," kata tim hukum Bareskrim Polri.

Baca Juga: Polri Tanggapi Bantahan Irjen Napoleon Terima Suap Kasus Djoko Tjandra

Penulis : Tito-Dirhantoro

Sumber : Kompas TV


TERBARU