Pilkada Picu Kerumunan Massa: Tito Marahi 51 Kepala Daerah, KPU Tak Bisa Beri Sanksi
Peristiwa | 9 September 2020, 06:40 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Tahapan pemilihan kepala daerah (pilkada) rupanya banyak yang melanggar protokol kesehatan lantaran mumicu kerumunan massa di tengah pandemi.
Hal itu terlihat saat masa pendaftaran Pilkada 2020 yang dimulai pada Jumat (4/9/2020) dan ditutup Minggu (6/9/2020) pukul 24.00 WIB.
Para bakal pasangan calon (bapaslon) banyak yang menggelar arak-arakan saat hendak mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Baca Juga: Langgar Protokol Kesehatan, Kemendagri Tegur 51 Calon Kepala Daerah
Teguran Kepala Daerah
Kerumunan masa saat tahapan pendaftaran Pilkada tersebut rupanya menjadi perhatian serius Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian.
Dia memberikan teguran keras kepada 51 kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Hampir semua kepala daerah yang merupakan petahana itu ditegur karena menyebabkan kerumunan massa dalam tahapan Pilkada 2020.
Hal ini diungkapkan Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Otda) Kemendagri Akmal Malik dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Senin (7/9/2020).
Baca Juga: Mendagri Tito Akan Sanksi Pejabat Konvoi Pendaftaran Pilkada
"Mendagri sudah tegur keras sebanyak 50 bupati/wakil bupati dan wali kota dan wakil wali kota. Kemudian, juga satu gubernur karena tak patuh protokol kesehatan," katanya.
Beberapa kepala daerah yang mendapat teguran akibat mengabaikan protokol kesehatan adalah Gubernur Bengkulu, Bupati Serang, Bupati Karawang, dan Bupati Jember.
Menurut Akmal, jumlah kepala daerah yang mendapat teguran kemungkinan besar akan bertambah. Sebab, pihaknya masih mengumpulkan bukti-bukti yang ada.
Baca Juga: Ini Ancaman Sanksi Bagi Petahana yang Bandel Langgar Protokol Kesehatan di Pilkada 2020
KPU Tak Bisa Bertindak
Di sisi lain, Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi mengaku tidak bisa mendiskualifikasi bakal pasangan calon (paslon) yang membuat kerumunan massa tersebut.
Pasalnya, KPU harus bertindak sesuai dengan undang-undang (UU). Sementara UU yang menjadi dasar penyelenggaraan pilkada telah disusun jauh sebelum pandemi terjadi.
Dengan demikian, dalam aturan tersebut tak ada dasar untuk melakukan diskualifikasi jika terjadi tindakan tertentu yang tidak sesuai situasi pandemi virus corona (Covid-19).
"Memang kalau untuk memberikan sanksi, KPU tidak bisa mendiskualifikasi (bakal paslon) akibat ada kerumunan massa," ujar Raka Sandi, Selasa (8/9/2020), sebagaimana dikutip dari Kompas.com.
Penulis : fadhilah
Sumber : Kompas TV