Mengingat 7 September, Saat Pejuang Kemanusiaan Munir Ditiadakan
Hukum | 7 September 2020, 16:45 WIBNamun dalam pleidoinya, Indra mengaku tak tahu apakah surat Badan Intelijen Negara (BIN) yang diterimanya pada Juni atau Juli 2004 itu bagian dari rencana pembunuhan atau bukan.
Dia hanya memahami bahwa surat tersebut merupakan surat resmi dari lembaga negara yang salah satunya bertugas mencegah ancaman teror.
Meski telah memvonis dua orang yang bertanggung jawab dalam kematian Munir, namun kasus ini belum dianggap terang. Karena aktor intelektual pembunuhan Munir belum terungkap dan tidak tersentuh.
"Kejanggalan kasus ini, pembunuhan berencana tapi yang dihukum aktor di lapangan. Penyuruhnya tidak ditindak, aktor intelektualnya tak disentuh," kata Mantan Ketua LBH Jakarta Alghifari Aqsa dikutip dari Kompas.com, 7 September 2019.
Dia mengatakan, pembunuhan Munir terlaksana karena ada dukungan negara atau orang yang berkuasa dan melibatkan intelijen.
Meski BIN mendapat sorotan dalam kasus pembunuhan Munir, namun belum ada pejabat lembaga itu yang dijerat kasus hukum.
Baca Juga: Munir, Melawan Lupa - SINGKAP
Sang Pejuang HAM
Munir, atau akrab disapa Cak Munir, memilih jalan sebagai pembela hak asasi manusia (HAM). Sederet perjuangannya tercatat dalam sejarah.
Tinta sejarah telah mencatat betapa gigihnya perjuangan Munir dalam mengungkap kasus pelanggaran HAM besar. Dia pernah melawan Komando Daerah Militer V Brawijaya untuk memperjuangkan kasus kematian Marsinah, aktivis buruh PT CPS Sidoarjo, Jawa Timur, yang diculik dan mati.
Dia juga menyelidiki kasus hilangnya 24 aktivis dan mahasiswa di Jakarta pada masa reformasi 1997-1998.
Sederet kasus pelanggaran HAM, seperti penembakan mahasiswa di Semanggi (1998-1999) hingga pelanggaran HAM masa referendum Timor Timur (1999) menjadi catatan sejarah atas perjuangan Munir.
Karena itu, ancaman dan teror sudah akrab buatnya.
Budiman Tanuredjo dalam artikelnya berjudul "Perginya Pahlawan Orang Hilang" yang dimuat di Harian Kompas pada 8 September 2004 mencatat, Munir pernah diancam akan dijadikan sosis oleh orang yang mengaku aparat keamanan saat membongkar kasus Marsinah.
Meski mendapat berbagai ancaman, bukan berarti dia adalah seorang pemberani. Munir dalam pengakuan, bukanlah seorang pemberani.
Dia hanya menafsirkan segala teror yang dialaminya dengan cara yang berbeda. "Teror itu tergantung penafsiran kita sendiri," kata Munir.
"Kalau saya bilang saya dan keluarga takut, berarti si peneror berhasil menjalankan tugasnya," ucapnya.
Berkat perjuangan menegakkan hak asasi manusia, Munir pernah meraih The Right Livelihood Award dari Yayasan Livelihood Award Jakob von Uexull, Stockholm, Swedia (2000).
Dari penghargaan itu, Munir mendapat uang ratusan juta rupiah. Menariknya, uang itu dia serahkan kepada Kontras dan ibundanya.
Munir juga pernah dinobatkan majalah Asiaweek sebagai salah satu dari 20 Pemimpin Politik Muda Asia pada Milenium Baru (1999).
Penulis : Hariyanto-Kurniawan
Sumber : Kompas TV