> >

Surat Perintah Supervisi Kasus Djoko Tjandra Diterbitkan KPK, Sebatas Ekspos atau Ambil Alih Kasus?

Hukum | 4 September 2020, 23:44 WIB
Ilustrasi Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan. (Sumber: Tribunnews.com)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Deputi Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Karyoto menerbitkan surat perintah supervisi terkait penanganan perkara di Kejaksaan Agung dan Polri terkait perkara Djoko Tjandra.

Penerbitan surat perintah supervisi penanganan perkara Djoko Tjandra itu atas perintah pimpinan KPK.

Baca Juga: Untuk Supervisi, Mahfud Sebut KPK Berwenang Ambil Alih Kasus Korupsi yang Ditangani Kejagung-Polri

Hal tersebut sebagaimana diungkapkan oleh Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, Jumat (4/9/2020).

"Pimpinan telah memerintahkan Deputi Penindakan untuk menerbitkan surat perintah supervisi penanganan perkara oleh kejaksaan dan kepolisian terkait tersangka DST (Djoko Soegiarto Tjandra) dan kawan-kawan," ujar Alexander Marwata, Jumat.

Alex menuturkan, selain menerbitkan surat perintah supervisi tersebut, KPK juga akan mengundang Kejaksaan Agung dan Polri dalam gelar perkara terkait kasus tersebut. 

Menurut Alex, gelar perkara itu dilakukan untuk mempertimbangkan pengambilalihan perkara oleh KPK dari Polri atau Kejaksaan Agung sebagaimana diatur dalam Pasal 10A UU KPK. 

"KPK akan melihat perkembangan penanganan perkara tersebut untuk kemudian mengambil sikap pengambilalihan apabila memenuhi syarat-syarat alasan sebagaimana diatur dalam Pasal 10A Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019," tutur Alex. 

Alex menambahkan, pengambilalihan penanganan perkara oleh KPK sebagaimana diatur dalam Pasal 10A UU KPK juga tidak menunggu penyusunan peraturan presiden lebih lanjut. 

Seperti diketahui, Polri dan Kejaksaan Agung kini sama-sama tengah menangani kasus dugaan suap di balik pelarian Djoko Tjandra. 

Polri menangani kasus dugaan suap terkait penghapusan red notice serta penerbitan surat jalan. 

Sementara Kejaksaan Agung mengani kasus dugaan suap yang melibatkan Jaksa Pinangki Sirna Malasari terkait pengurusan fatwa Mahkamah Agung.

Baca Juga: Menkopolhukam Panggil Kejagung, Polri, Kemenkumham, KPK Bahas Kasus Djoko Tjandra dan Jaksa Pinangki

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menjelaskan hasil pertemuannya bersama Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Kepolisian Republik Indonesia (Polri), Kejaksaan Agung (Kejagung), dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam rapat terbatas di Kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, Rabu (2/9/2020).

Mahfud mengatakan, dari hasil pertemuan itu ada kesepakatan atau kesamaan pandangan tentang implementasi supervisi yang menyangkut pengambilalihan perkara pidana yang sedang ditangani Kejagung dan Polri. 

"Perkara pidana khusus korupsi yang bisa diambil alih oleh KPK, jadi menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019, KPK itu berwenang mengambil alih tindak pidana korupsi yang sedang ditangani oleh Kejagung dan Polri dalam rangka supervisi,” ujar Mahfud MD, usai rapat terbatas di Kantor Kemenkopolhukam.

Mahfud menegaskan bahwa syarat-syarat tersebut sudah ada dalam undang-undang tersendiri.

Menurutnya, pengambilalihan bisa dilakukan ketika ada laporan masyarakat yang tidak ditindaklanjuti, ada tumpang tindih penanganan antara pelaku korupsi maupun yang diperiksa, dan perkara yang berlarut-larut.

“Itu sudah ada di Undang-Undang dan disepakati menjadi bagian dari supervisi yang bisa diambil alih oleh KPK dari Kejaksaan Agung maupun dari Polri,” tutur Mahfud MD, menegaskan.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, dalam pertemuan terbatas itu dibahas Peraturan Presiden (Perpres) terkait pelaksanaan supervisi pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia.

Salah satunya terkait dengan kasus Djoko Tjandra dan Jaksa Pinangki.

Penulis : Deni-Muliya

Sumber : Kompas TV


TERBARU