Kemenkes Sebut Regulasi adalah Cara Terbaik untuk Kurangi Konsumsi Lemak Trans, Ini Penjelasannya
Kesehatan | 7 Mei 2024, 23:00 WIBJAKARTA, KOMPAS.TV - Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono menekankan bahwa regulasi merupakan metode terbaik untuk meminimalisir kandungan lemak trans di makanan, yang diketahui meningkatkan risiko penyakit jantung.
Dante mengungkapkan bahwa Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah memulai studi perintis untuk mengidentifikasi sumber lemak trans dalam makanan yang tersedia di Indonesia.
Studi ini bertujuan untuk mendukung pemerintah dalam mengembangkan peraturan yang bertujuan menghapus lemak trans dari pasokan pangan.
“Di Indonesia harus diakui masih kekurangan data terkait lemak trans pada pangan. Kemenkes sangat mengapresiasi upaya dari WHO Indonesia untuk melakukan kajian kandungan lemak trans pada makanan,” ujarnya dalam sebuah konferensi di Jakarta, Selasa (7/5/2024).
Menurut Dante, lemak trans atau asam lemak trans adalah jenis asam lemak tidak jenuh yang bisa berasal dari sumber alami atau industri. Konsumsi lemak trans dalam jumlah yang signifikan terkait dengan peningkatan risiko serangan jantung dan dikaitkan dengan sekitar 500 ribu kematian dari penyakit jantung koroner secara global setiap tahun.
Penelitian ini melibatkan analisis laboratorium atas 130 produk makanan yang terbagi dalam empat kategori: minyak dan lemak, margarin, makanan kemasan berlemak (seperti biskuit dan kue), dan makanan siap saji seperti mi goreng dan nasi goreng.
Dante juga mencatat bahwa WHO menyarankan bahwa kandungan lemak trans dalam produk tidak boleh melebihi 2 gram per 100 gram total lemak. Namun, hasil survei menunjukkan bahwa hampir 10 persen dari produk yang dianalisis memiliki kandungan lemak trans yang lebih tinggi dari batas ini.
Ia menambahkan bahwa produk makanan ringan dan jajanan yang populer sering kali mengandung lemak trans dalam jumlah yang signifikan. Tingkat lemak trans yang sangat tinggi juga ditemukan dalam produk campuran margarin dan mentega.
Dante memberikan contoh dari Denmark, yang telah menerapkan kebijakan eliminasi lemak trans sejak 2003. Ia menunjukkan bahwa, sepulah tahun setelah implementasi kebijakan ini, terdapat penurunan 20 persen dalam angka kematian akibat penyakit jantung.
Baca Juga: Mengenal Manfaat Treatment Kecantikan Vampire Facial dan Efek Sampingnya
Oleh karena itu, Dante berpendapat bahwa penerapan regulasi merupakan langkah yang paling efektif untuk mengurangi lemak trans dalam makanan, yang tidak hanya akan menurunkan risiko penyakit jantung tetapi juga akan menghemat biaya kesehatan nasional triliunan rupiah.
Ia juga berharap bahwa pembuatan regulasi dengan melibatkan berbagai sektor dapat membawa Indonesia menjadi salah satu negara yang menerapkan kebijakan penghapusan lemak trans sesuai dengan rekomendasi WHO.
Pemerintah, menurut Dante, berkomitmen untuk menerapkan regulasi ini dan mendukungnya dengan edukasi yang luas, khususnya di sektor informal termasuk pedagang kecil dan menengah.
6 Bahaya Lemak Trans
1. Tingkatkan risiko sakit jantung
Konsumsi lemak trans buatan dapat meningkatkan risiko sakit jantung. Orang yang mengonsumsi lemak trans rentan mengalami peningkatan kolesterol LDL (jahat) secara signifikan dan penurunan kolesterol HDL (baik) secara signifikan.
LDL dan trigliserida yang meningkat dapat menumpuk dan membentuk plak di dalam pembuluh darah jantung.
Kondisi ini membuat pembuluh darah menyempit, sehingga aliran darah ke jantung terhambat, dan lama kelamaan akan menyebabkan penyakit jantung koroner.
Penulis : Kiki Luqman Editor : Gading-Persada
Sumber : Kompas TV, Antara