> >

Negeri di Atas Awan

Opini | 3 Desember 2024, 14:19 WIB
La Statua della Liberia, Patung Kebebasan di Lapangan Kebebasan, San Marino. (Sumber: Trias Kuncahyono)

Oleh: Trias Kuncahyono

Perjalanan ke Rimini lah–untuk bertemu dengan para pastor dan suster Indonesia yang sekolah dan berkarya di Italia bagian tengah dan utara–yang membawa kami ke  negara republik konstitusional tertua di dunia ini. Inilah negeri di atas bukit; negeri di atas awan.

Laksana lampu yang ditaruh di atas gantang, sinarnya memancar ke segala penjuru. Demikian pula San Marino, cerita keelokan negeri itu tersebar ke mana-mana. Maka, Indonesia pun menjalin hubungan diplomatik dengan San Marino.  Hubungan diplomatik dengan San Marino, secara resmi sejak 26 September 2011, dirangkap dengan Italia, sama seperti Malta dan Siprus.

Menurut cerita, nama kota ini diambil dari nama seorang pemahat batu, pada awal abad ke-4, Marinus dari Dalmatia di Pulau Rab (sekarang masuk wilayah Kroatia), yang kemudian dinyatakan sebagai orang suci: St. Marianus. Dari nama Marianus itulah terlahir nama negara San Marino (St. Marianus).

Marianus bersama orang-orang Kristen lainnya melarikan dari kampung halamannya untuk menghindari persekusi agama yang dilakukan Kaisar Romawi Diocletia (berkuasa 284 – 305). Mereka pergi dan bersembunyi di puncak Gunung Titano (yang tertinggi dari tujuh bukit San Marino). Di tempat itu, mereka mendirikan komunitas kecil Kristen.

Baca Juga: Menyusuri Basilika Santo Petrus Secara Virtual Lewat Replika Digital Keluaran Microsoft dan Vatikan

Pemilik tanah, Felicissima, seorang wanita baik hati yang tinggal di Rimini, menyerahkan tanah tersebut kepada komunitas kecil Kristen itu dan mendesak mereka untuk tetap bersatu, tinggal di tempat itu. Untuk menghormati pemahat batu, wilayah diberi nama “Tanah San Marino”, dan akhirnya diubah menjadi nama sekarang, “Republik San Marino”; juga kondang dengan nama “Most Serene Republic of San Marino”, Republik San Marino yang Paling Tenang.

Benar, San Marino memang sangat tenang. Sejarah menceritakan, negeri ini selalu terbebas dari hiruk-pikuk dunia, sejak dulu kala meski pernah diduduki Napoleon Bonaparte dan dibom Inggris ketika PD II. Pada masa itu, San Marino menampung ribuan pengungsi dan menyatakan sebagai negara netral.

Menurut cerita, menjelang menghembuskan napas terakhir, St Marino mengatakan, “Relinquo vos liberos ab utroque homine”, Saya tinggalkan kalian semua, terbebas dari keduanya. Yang dimaksud dengan kata “utroque homine”, keduanya laki-laki adalah kaisar dan Paus. Maka, San Marino tidak pernah menjadi bagian, Negara Kepausan, tidak pula masuk dimasukkan menjadi bagian Italia, serta Perancis.

***

Negeri yang berada di Pegunungan Appenina ini hanya berjarak 20 km sebelah barat-daya Rimini, kota pantai di Laut Adriatik. Rimini kota yang sudah berdiri sejak zaman Romawi ini adalah kota pantai indah. Berpasir keemasan lembut dan bersih.

Pantai Rimini, bebas plastik. Gelas dan sedotan plastik dilarang digunakan di kawasan pantai. Bahkan, merokok pun dilarang di kawasan pantai. Semua itu demi kebersihan dan kenyaman para wisatawan.

Perjalanan kami dari Rimini ke San Marino tidak melewati jalan utama tetapi jalan kecil masuk ke desa-desa, tanah perkebunan dan pertanian hijau, berbukit-bukit kecil. Melintasi rumah-rumah tidak begitu besar tapi cantik dengan halaman hijau rumput dan tanaman lainnya, juga aneka bunga.

Setiap kali, kami berhenti, memotret pemandangan indah: hamparan padang hijau atau tebaran bukit-bukit kecil berlapis-lapis atau perkebunan zaitun, fig, pomegranate, maple atau jeruk kami temui.

***

Setelah keluar masuk desa dan tanah perkebunan, sampailah kami di jalan besar dan menemukan pertigaan. Terbaca oleh kami penunjuk arah: San Marino. Dari jauh memang sudah terlihat bangunan di atas bukit, menara di pojok benteng yang menjulang tinggi, terlihat begitu kokoh.

Penulis : Redaksi Kompas TV Editor : Vyara-Lestari

Sumber :


TERBARU