Berpolitik Itu Tidak Dosa
Opini | 27 November 2023, 09:33 WIBOleh: Trias Kuncahyono
KOMPAS.TV - Hari itu, Sabtu 18 November 2023, KBRI Takhta Suci Vatikan, ramai.
Lebih dari 150 biarawan dan biarawati yang tergabung dalam IRRIKA, berkumpul. Kami bersilaturahim, berkenalan secara resmi.
Yang bisa hadir hari itu, hanyalah sebagian dari mereka yang tinggal di Roma dan sekitarnya.
Baca Juga: Jokowi Lantik 12 Duta Besar LBBP, Ada Teuku Faizasyah hingga Trias Kuncahyono
Saat ini, jumlah biarawan-biarawati Indonesia yang berada di Italia–baik yang sedang studi maupun berkarya– 1565 orang.
Itu pun yang sudah terdaftar atau yang sudah melaporkan diri ke KBRI Takhta Suci, Vatikan.
IRRIKA adalah Ikatan Rohaniwan Rohaniwati Katolik di Kota Abadi Roma.
Paguyuban ini dibentuk pada tanggal 13 Februari 1955 oleh para romo Indonesia yang belajar di Roma.
Karena yang mendirikan dan anggotanya mula-mula para romo, maka namanya IRIKA–Ikatan Romo-romo Indonesia di Kota Abadi–Roma.
Ketua pertamanya adalah Romo Yustinus Darmojuwono Pr (yang kemudian menjadi Kardinal pertama di Indonesia) dan sekretarisnya adalah Romo Th Kirdi Dipojudo OCarm.
Pada tahun 1986, namanya diganti menjadi IRRIKA. Huruf “R” bukan lagi “Romo” tetapi ” Rohaniwan-Rohaniwati.
Maka IRRIKA kependekan dari Ikatan Rohaniwan Rohaniwati Indonesia di Kota Abadi – Roma.
***
Kami ngobrol banyak hal dalam kelompok-kelompok kecil.
Ada yang mengelompok ngobrol soal musik, bola, kuliah, kampung halaman, teman-teman lama, makanan, masak memasak, dan ada yang ngobrol apa saja, tak bertema.
Ada yang ngobrol soal politik, tentu. Politik di Tanah Air.
Sama seperti di Tanah Air, banyak yang mendadak menjadi ahli politik, yang menjadi analis politik.
Tapi, obrolan politik itu sangat terukur, santun. Tidak nyerang sana muji sini.
Meskipun sama-sama bertanya-tanya, apa yang sesungguhnya terjadi di Tanah Air, tapi ada kesatuan harapan semoga tujuan berpolitik tetap untuk mengusahakan bonum commune, kesejahteraan bersama.
Meskipun, mereka mengetahui bahwa yang terjadi jauh dari harapan itu.
Dalam perspektif para romo yang berkumpul siang itu, praktik politik semacam itu tak sesuai etika Kristiani yang di dalamnya ada kebajikan.
Kebajikan dapat merujuk pada salah satu dari tujuh kebajikan–kehati-hatian, pengendalian diri, ketabahan, keadilan, iman, harapan, dan cinta–yang menjadi dasar etika Kristiani, serta “…hidup dan bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip moral…” (Kebajikan adalah sikap praktis dan kebiasaan mengikuti prinsip-prinsip ini).
***
Obrolan tentang politik di Tanah Air, tidak bergulir seperti bola salju, yang semakin menggelinding, semakin besar.
Yang bisa tak terkendali; menggulung yang dilewati.
Tapi, yang lebih banyak diobrolkan justru politik internasional yakni soal perang Israel – Hamas.
Baca Juga: Palestina: Israel Jatuhkan 40.000 Ton Bom ke Gaza Sejak 7 Oktober, Tujuannya Agar Tidak Layak Huni
Perang yang berdampak dahsyat pada masalah kemanusiaan.
Seperti kata Paus Fransiskus, korban perang adalah kemanusiaan.
Perang adalah kegagalan politik dan kemanusiaan; penyerahan kalah yang memalukan, kekalahan pedih di hadapan kuasa kejahatan (2022).
Meskipun obrolan politik Tanah Air tidak meluas, tetapi hal itu bukan berarti mereka tidak tertarik pada masalah-masalah politik Tanah Air.
Bagi mereka politik, tetaplah penting. Sebab, seperti dikatakan Herry-Priyono (2022) politik (seharusnya) merupakan “persetujuan horisontal untuk hidup bersama,” bukan “hubungan vertikal untuk tunduk/taat.”
Itu selaras dengan kata Aristoteles bahwa manusia adalah zoon politikon yang secara harfiah artinya binatang politik.
Penulis : Redaksi-Kompas-TV
Sumber : Kompas TV