> >

Media Barat: Nasib Ukraina Melawan Rusia Bergantung Hasil Pemilu Presiden AS

Kompas dunia | 29 Oktober 2024, 02:05 WIB
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy di Downing Street usai bertemu Perdana Menteri Inggris Keir Starmer di London, Jumat, 19 Juli 2024. (Sumber: AP Photo)

KIEV, KOMPAS TV — Pemilihan umum di Amerika Serikat akan menentukan arah perang di Ukraina. 

Nasib dukungan militer dari sekutu utama Kiev bergantung pada siapa yang akan menjadi presiden Amerika Serikat, begitu pula peluang untuk gencatan senjata yang bisa menguntungkan Ukraina. Di Kiev, ada yang berpendapat bahwa eksistensi negara mereka sangat dipengaruhi oleh hasil pemilu ini. 

Sementara warga Amerika memilih, tentara Ukraina yang kelelahan dan kalah jumlah tetap bertahan di garis depan, menghadapi serangan konstan dari Rusia dengan mengetahui hasil pemilu akan menentukan masa depan mereka, seperti laporan Associated Press hari Senin, 28 Oktober 2024. 

Isu perang Ukraina menjadi salah satu perdebatan paling tajam dalam pemilu AS tanggal 5 November: Mantan Presiden Donald Trump sebagai kandidat dari Partai Republik dan Wakil Presiden Kamala Harris dari Partai Demokrat memiliki pandangan berbeda tentang seberapa jauh AS harus terus mendukung Ukraina.

Para pemimpin Kiev, setelah lawatan kilat ke Barat, mencoba mempromosikan versi dari apa yang disebut Presiden Volodymyr Zelensky sebagai "rencana kemenangan" mereka. 

Mereka berharap keputusan penting, termasuk keinginan Ukraina untuk bergabung dengan NATO, akan ditentukan oleh pemerintahan yang baru nanti. Namun, untuk saat ini, mereka hanya bisa menunggu.

Baca Juga: Kiev Ajukan Proposal Damai tapi Dibatalkan, Putin Pertanyakan Kesiapan Ukraina Berdamai dengan Rusia

Presiden Rusia Vladimir Putin hari Jumat, 25 Oktober 2024 mengungkapkan bahwa Ukraina telah dua kali mengajukan proposal perdamaian melalui mediasi Turki, namun menarik kembali inisiatif tersebut tak lama kemudian. (Sumber: TASS)

Harris Mungkin Akan Lanjutkan Kebijakan Biden

Harris, yang mengkritik "kebrutalan" Presiden Vladimir Putin, kemungkinan akan melanjutkan kebijakan Presiden Joe Biden untuk mendukung Ukraina. 

Namun, dukungan ini tetap akan berada dalam batasan ketat terkait kemampuan Ukraina untuk menyerang wilayah Rusia, yang selama ini membuat frustrasi para pemimpin Kiev.

"Sejak awal konflik ini, Presiden Biden telah menegaskan bahwa prioritas utamanya adalah menghindari perang besar-besaran dengan Rusia. Saya kira ini masih menjadi prioritas utama Amerika," ujar Malcom Chalmers, wakil direktur jenderal di Royal United Services Institute di London.

Sejak Rusia menginvasi Ukraina pada Februari 2022, AS telah memberikan lebih dari 59,5 miliar USD (sekitar Rp 930 triliun) dalam bentuk senjata dan bantuan militer. 

Namun, Kiev terus terkekang oleh politik AS yang kerap menghambat potensinya di medan perang.

Di lapangan, Ukraina kehilangan wilayah dan kekuatan personel seiring menipisnya persediaan senjata selama enam bulan menunggu persetujuan paket bantuan dari Kongres AS. Bahkan bantuan yang dijanjikan seringkali tiba terlambat atau dalam jumlah yang kurang.

Ukraina masih berharap mendapatkan persetujuan dari Barat untuk melakukan serangan di wilayah Rusia dengan senjata jarak jauh dari sekutunya. 

Saat ini, mereka menguasai ratusan kilometer persegi wilayah di daerah Kursk, Rusia, setelah sebuah serangan pada Agustus lalu.

Komitmen Biden untuk mendukung Ukraina belum pernah goyah. Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin mengumumkan paket bantuan senilai 400 juta USD (sekitar Rp 6,2 triliun) dalam kunjungannya baru-baru ini, dan Zelensky mengatakan bahwa dia mengharapkan paket senilai 800 juta USD (sekitar Rp 12,5 triliun) lainnya sebagai gelombang pertama produksi senjata jarak jauh untuk Ukraina. Bantuan tambahan senilai 8 miliar USD (sekitar Rp 125 triliun) diharapkan akan diberikan pada akhir tahun.

Namun, bagi sebagian pihak, semua ini datang terlambat.

“Jika bantuan yang dijanjikan tetapi belum dikirimkan sudah terpenuhi, kita bisa saja bernegosiasi dengan posisi yang lebih kuat dengan Rusia,” kata Letnan Jenderal Ihor Romanenko, mantan wakil kepala Staf Umum.

Baca Juga: Zelenskyy Paparkan Rencana Kemenangan atas Rusia, Tawarkan Kekayaan Alam Ukraina kepada AS dan Barat

Donald Trump, calon presiden dari Partai Republik, mantan Presiden, memberi isyarat saat menghadiri upacara Peringatan 9/11 pada peringatan 23 tahun serangan teror 11 September 2001, Rabu, 11 September 2024, di New York. (Sumber: AP Photo)

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Associated Press


TERBARU