> >

Yahya Sinwar Jadi Pemimpin Hamas, Ini Dampaknya bagi Perang di Gaza dan Upaya Gencatan Senjata

Kompas dunia | 8 Agustus 2024, 07:32 WIB
Yahya Sinwar, pemimpin Hamas di Gaza, menyapa para pendukungnya selama pertemuan dengan para pemimpin faksi Palestina di kantornya di Kota Gaza, Rabu, 13 April 2022. (Sumber: AP Photo )

WASHINGTON, KOMPAS TV - Yahya Sinwar kini resmi menjadi pemimpin tertinggi Hamas  menggantikan Ismail Haniyeh yang diduga dibunuh Israel di Teheran, Iran, pada 31 Juli lalu.

Yahya dilaporkan terlibat dalam serangan ke Israel pada 7 Oktober. Serangan ini memicu salah satu babak paling berdarah dalam konflik Israel-Palestina.

Sinwar dikenal sebagai tokoh keras dan lebih dekat dengan sayap bersenjata Hamas dibandingkan pendahulunya, Ismail Haniyeh, yang tewas dalam ledakan di Teheran bulan lalu, serangan yang diakui Israel dan berpotensi memicu perang besar di kawasan.

Sinwar sebelumnya sudah dianggap sebagai sosok utama dalam setiap kesepakatan gencatan senjata untuk Gaza dan pembebasan sandera Israel yang masih ditahan oleh Hamas. 

Namun, ia kini berada dalam persembunyian di Gaza, dan para mediator mengatakan perlu beberapa hari untuk bertukar pesan dengannya.

Ini menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana ia akan mengelola organisasi besar ini yang memiliki anggota di seluruh Timur Tengah.

Hamas bertahan meskipun beberapa pemimpin utamanya terbunuh selama lebih dari tiga dekade, sambil menjaga tingkat kohesi internal yang tinggi—dan pengangkatan Sinwar, yang berada di daftar buronan paling dicari Israel, adalah bentuk tantangan kepada Tel Aviv.

Namun, Hamas belum pernah menghadapi krisis sebesar ini dan kini, orang yang merancang krisis tersebut harus menghadapi dampaknya.

Baca Juga: Menlu Israel Berang Hamas Tunjuk Yahya Sinwar sebagai Pemimpin: Dia "Teroris Besar"

Pemimpin militer Hamas Yahya Sinwar dan PM Israel Benjamin Netanyahu. (Sumber: AP Photo)

Pendekatan Lebih Keras terhadap Israel

Haniyeh, pemimpin Hamas sebelumnya, adalah veteran dari sayap politik Hamas yang pernah menjabat sebagai perdana menteri Palestina dan dalam beberapa tahun terakhir mengelola urusan kelompok dari basisnya di Qatar.

Meskipun Hamas selalu mendukung perjuangan bersenjata, Haniyeh dan pemimpin pengasingan lainnya kadang menunjukkan nada yang lebih moderat, bahkan terbuka terhadap solusi dua negara, meskipun tetap menolak mengakui Israel.

Sebaliknya, Sinwar menghabiskan lebih dari dua dekade di penjara Israel dan mengaku telah membunuh 12 orang yang dicurigai sebagai kolaborator Palestina, mendapatkan reputasi kejam di kedua belah pihak konflik.

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Desy-Afrianti

Sumber : Associated Press


TERBARU