Jepang Catat Defisit Neraca Perdagangan untuk Tiga Tahun Berturut-turut Meski Ekspor Membaik
Kompas dunia | 18 April 2024, 08:04 WIBTOKYO, KOMPAS.TV - Jepang mencatat defisit neraca perdagangan untuk tahun fiskal ketiga berturut-turut karena biaya impor energi dan lainnya naik sementara nilai yen tetap lemah.
Defisit itu mencapai 5,89 triliun yen ($38 miliar) untuk tahun fiskal yang berakhir pada Maret, menurut data Kementerian Keuangan yang dirilis Rabu (17/4/2024) seperti laporan Associated Press.
Defisit perdagangan terbesar terjadi dengan Timur Tengah, terutama Arab Saudi dan Uni Emirat Arab, serta Australia dan Indonesia. Jepang memiliki surplus perdagangan dengan AS dan beberapa negara Eropa.
Ekspor tahunan ke China sedikit menurun, mengalami penurunan untuk pertama kalinya dalam empat tahun, meskipun data bulanan terbaru menunjukkan ekspor ke China kembali pulih, tumbuh 12% dari tahun sebelumnya.
Robert Carnell, kepala riset wilayah Asia-Pasifik di ING Economics, mengatakan ekspor yang terkait dengan teknologi yang kuat menjadi penyebab lonjakan ekspor ke China, sambil mencatat bahwa ekspor juga tumbuh ke wilayah lain.
"Kami berpikir ekspor akan menjadi mesin utama pertumbuhan dalam beberapa bulan mendatang," katanya dalam sebuah laporan.
Baca Juga: Ekonomi China Tumbuh 5,3% di Kuartal Pertama Melampaui Ekspektasi, Meski Masih Terdapat Titik Lemah
Penurunan nilai yen Jepang baru-baru ini memengaruhi neraca perdagangan, karena biaya impor lebih tinggi dalam yen dan meningkatkan nilai ekspor saat dikonversi ke yen. Dolar AS diperdagangkan di atas 150 yen belakangan ini, naik dari tanda 130 yen setahun yang lalu.
Data untuk bulan Maret, juga dirilis Rabu, menunjukkan Jepang mencatat surplus perdagangan sebesar 366,5 miliar yen ($2,4 miliar), karena ekspor tumbuh 7% dari tahun sebelumnya, sementara impor turun hampir 5%. Ekspor ke AS pada bulan Maret tumbuh lebih dari 8%.
Defisit perdagangan tahun fiskal 2023 jauh lebih kecil daripada yang terjadi pada tahun fiskal 2022, ketika ekonomi terkena dampak perang di Ukraina dan harga energi melonjak.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Desy-Afrianti
Sumber : Associated Press