100 Hari Kampanye Berdarah Israel di Gaza: Hampir 24.000 Terbunuh, 359.000 Rumah Dirusak atau Hancur
Kompas dunia | 14 Januari 2024, 21:30 WIBGAZA, KOMPAS.TV - Hampir 24.000 terbunuh dan 359.000 atau enam dari 10 rumah di Jalur Gaza hancur atau rusak akibat operasi militer Israel di enklav tersebut sejak 7 Oktober 2023 lalu.
Pada Minggu (14/1/2024), gempuran dan pengepungan total Israel di Jalur Gaza telah memasuki hari ke-100.
Menurut data terkini Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza, selama 100 hari, serangan Israel telah membunuh setidaknya 23.843 jiwa di Gaza. Lebih dari setengahnya adalah perempuan dan anak-anak. Setidaknya 9.600 anak-anak terbunuh selama serangan Israel dan 6.750 perempuan terbunuh.
Sedangkan korban luka mencapai lebih dari 60.317 orang saat setengah rumah sakit di Gaza berhenti beroperasi karena operasi militer Israel. Rumah sakit-rumah sakit yang masih beroperasi pun kekurangan pasokan listrik dan obat-obatan.
Baca Juga: Pengadilan Internasional PBB: Israel Malah Salahkan Hamas 23.000 Warga Palestina di Gaza Tewas
Korban jiwa dalam operasi militer Israel dikhawatirkan masih akan bertambah mengingat serangan yang masih berlangsung dan banyaknya orang hilang. Lebih dari 8.000 orang dinyatakan hilang di Jalur Gaza, kemungkinan tertimbun reruntuhan.
Pada periode yang sama, Israel turut menyerang Tepi Barat dan kekerasan pemukim juga meningkat di wilayah tersebut. Kekerasan pemukim dan serangan Israel telah membunuh setidaknya 347 orang di Tepi Barat, 92 di antaranya adalah anak-anak.
Otoritas Israel juga menggencarkan operasi penangkapan terhadap penduduk Palestina. Sejak 7 Oktober 2023, Israel menangkap 5.875 orang Palestina di Tepi Barat, termasuk 355 anak-anak.
Kondisi tahanan Palestina di penjara Israel pun dilaporkan semakin parah selama 100 hari serangan ke Gaza. Banyak tahanan yang mengeluhkan penganiayaan dan setidaknya enam tahanan Palestina tewas di penjara Israel selama kurun tersebut.
Berbagai desakan untuk menghentikan serangan ke Jalur Gaza tidak diindahkan hingga Afrika Selatan menggugat Israel ke Mahkamah Internasional atas tuduhan genosida di Jalur Gaza. Sidang dugaan genosida itu masih berlangsung.
Afrika Selatan menginginkan perintah sementara dari Mahkamah Internasional agar Israel menangguhkan operasi militer di Gaza.
Akan tetapi, otoritas Israel menolak dituduh melakukan genosida. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bahkan menyebut gugatan Israel adalah "fitnah" dan menegaskan Mahkamah Internasional pun tak akan bisa menghentikan mereka.
“Tidak ada yang menghentikan kami, bukan Den Haag (Mahkamah Internasional), bukan poros kejahatan, dan bukan orang lain,” kata Netanyahu, Sabtu (13/1).
Muhammad Ghalayini, ilmuwan Palestina yang selamat dari operasi pengeboman di Jalur Gaza menyebut serangan terus-menerus Israel bisa terjadi karena "rasisme" yang ditunjukkan pemimpin-pemimpin Barat.
Ia pun menunjuk Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden dan pemimpin negara Barat lain turut bertanggung jawab atas pembantaian di Jalur Gaza yang masih berlangsung.
"Saya pikir hanya ada satu kata yang menggambarkan respons internasional (terhadap Jalur Gaza) dari Barat Global, dan itu adalah rasisme. Jika masyarakat Palestina tidak dianggap kurang manusia oleh pemimpin-pemimpin Barat maka responsnya akan jauh berbeda dari sisi empati," kata Ghalayini kepada Al Jazeera, Minggu (14/1).
"Hasil dari respons rasis mereka atas kematian dan penghancuran yang dialami masyarakat Palestina di Gaza, itu pasti akan menimbulkan efek riak, dan itu semua salah Joe Biden dan pemimpin Barat lain," lanjutnya.
Baca Juga: Buka Sidang Genosida Gaza, Afrika Selatan: Kejahatan Israel di Palestina Dimulai sejak 1948
Penulis : Ikhsan Abdul Hakim Editor : Gading-Persada
Sumber : Al Jazeera