> >

Kain Kafan Mulai Menipis di Gaza dan Bangsal Jenazah Terlalu Penuh akibat Lonjakan Korban Tewas

Kompas dunia | 24 Oktober 2023, 04:25 WIB
Jasad warga sipil Palestina korban pengeboman Israel di Gaza. Kain kafan pembungkus jenazah dilaporkan mulai menipis di Gaza, Senin (23/10/2023). Sementara, rumah sakit juga mengatakan tidak ada lagi tempat di bangsal jenazah untuk jenazah yang ada dan jenazah yang mungkin akan masuk akibat serangan udara Israel. (Sumber: AP Photo)

KAIRO, KOMPAS.TV - Kain kafan pembungkus jenazah dilaporkan mulai menipis di Gaza, Senin (23/10/2023). Sementara, rumah sakit juga mengatakan tidak ada lagi tempat di bangsal jenazah untuk jenazah yang ada dan jenazah yang mungkin akan masuk akibat serangan udara Israel.

Rumah Sakit Abu Youssef Al-Najjar di Rafah mencatat 61 kematian sejak Senin pagi (23/10), menyusul serangan udara intensif di selatan Jalur Gaza.

Talaat Barghout, juru bicara rumah sakit, mengatakan tidak ada tempat di bangsal jenazah untuk semua jenazah, dan kekurangan kain kafan pembungkus jenazah umat muslim untuk memberikan pemakaman yang layak kepada yang meninggal. 

"Lebih dari separuh dari mereka terbaring di lantai (rumah sakit)," kata Barghout, seperti dilaporkan Associated Press.

Barghout juga mengatakan rumah sakit kekurangan unit perawatan intensif dan tidak punya fasilitas untuk merawat luka bakar. Hanya ada cukup bahan bakar untuk menjalankan rumah sakit dasar selama dua hari lagi, tambahnya.

Kepala unit neonatal di Rumah Sakit Nasser di kota selatan Khan Younis mengatakan akan kehabisan bahan bakar dalam waktu 48 jam. Dr Hatem Edhair mengatakan ada delapan bayi di unit perawatan intensif dan 10 lainnya di departemen neonatal.

"Separuh dari bayi-bayi ini menggunakan mesin CPAP (udara bertekanan) dan mesin oksigen," kata Dr. Edhair hari Senin. "Jika rumah sakit kehabisan bahan bakar, separuh dari bayi ini akan meninggal dalam waktu kurang dari 24 jam."

Dokter yang merawat bayi prematur di seluruh Gaza memperingatkan setidaknya 130 bayi berada dalam "resiko serius" di enam unit neonatal akibat semakin memburuknya kekurangan bahan bakar.

Baca Juga: Ketakutan Dokter terhadap Nasib Bayi di Rumah Sakit Gaza: Nyawa Mereka Terancam jika Listrik Diputus

Warga Palestina berduka atas jenazah warga yang tewas dalam pemboman Israel di Rafah, Jalur Gaza, Senin, 16 Oktober 2023. Kain kafan pembungkus jenazah dilaporkan mulai menipis di Gaza hari Senin, (23/10/2023) sementara rumah sakit juga mengatakan tidak ada lagi tempat di bangsal jenazah untuk jenazah yang ada dan jenazah yang mungkin akan masuk akibat serangan udara Israel. (Sumber: AP Photo)

Kekurangan bahan bakar ini disebabkan oleh blokade Israel terhadap Gaza, yang dimulai bersamaan dengan serangan udara setelah kelompok militan Hamas menyerang kota-kota Israel pada 7 Oktober. 

"Kami bekerja sepanjang waktu," kata Edair. "Kami perlu menyelamatkan bayi-bayi ini."

Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan sedikitnya 5.087 warga Palestina tewas dibunuh serangan Israel sejak 7 Oktober, termasuk 2.055 anak-anak. Selain itu, 15.273 warga lainnya luka-luka.

Kementerian itu menyatakan 436 warga Palestina tewas dibunuh serangan Israel dalam 24 jam terakhir, termasuk 182 anak-anak. Kebanyakan korban terdapat di selatan Gaza, seperti yang dilaporkan oleh Arab News, Senin (23/10).

Serangan Israel ke Gaza pada malam hari dan awal Senin membunuh setidaknya 70 orang, menurut pejabat-pejabat Hamas. Militer Israel mengklaim melancarkan serangan ke sekitar 320 target di enklave Palestina tersebut dalam 24 jam.

Kantor media pemerintah yang dikuasai Hamas di Gaza yang terkepung mengatakan dalam pernyataan "lebih dari 60 orang syahid dalam serangan (Israel)" selama malam hari, termasuk 17 orang yang tewas dalam satu serangan yang menghantam sebuah rumah di Jabaliya, di utara Gaza.

Setidaknya 10 orang lainnya tewas dalam serangan baru pada pagi Senin, kata kantor media tersebut dalam pernyataan terpisah, sehingga jumlah total sejak malam Minggu menjadi setidaknya 70 kematian.

 

 

Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Vyara-Lestari

Sumber : Associated Press


TERBARU