Kenyataan Memilukan Sekaligus Mengerikan Rumah Sakit Gaza: Tiada Pasokan, Tempat Tidur, dan Anestesi
Kompas dunia | 22 Oktober 2023, 15:37 WIBDEIR AL-BALAH, KOMPAS.TV - Tidak ada yang lebih ngeri dari jeritan pasien yang dioperasi tanpa cukup anestesi, kecuali mungkin wajah-wajah penuh ketakutan mereka yang menunggu giliran operasi, ungkap seorang ahli bedah ortopedi berusia 51 tahun.
Ketika serangan udara Israel semakin intensif dan para korban mulai membanjiri rumah sakit di Kota Gaza di mana Dr. Nidal Abed bekerja, dia melakukan tindakan medis termasuk pembedahan darurat kepada pasien di mana pun yang dia bisa: lantai, koridor, bahkan ruangan yang seharusnya hanya untuk dua pasien tetapi dipadati hingga sepuluh pasien.
Dilaporkan Associated Press, Minggu (22/10/2023), dengan persediaan medis yang semakin menipis, Abed harus menggunakan apa pun yang bisa dia temukan; bahkan pakaian digunakan sebagai perban, cuka sebagai antiseptik, dan jarum jahit untuk operasi.
Rumah sakit-rumah sakit di Jalur Gaza semakin mendekati ambang kehancuran akibat blokade Israel yang memutus pasokan listrik, makanan, dan barang kebutuhan pokok lainnya di wilayah tersebut.
Mereka bahkan kekurangan air bersih. Persediaan dasar untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah infeksi semakin menipis. Bahan bakar untuk generator juga semakin berkurang.
Serangan Israel dimulai setelah kelompok Hamas menyerbu Israel pada 7 Oktober lalu yang membunuh lebih dari 1.400 orang, sebagian besar warga sipil, dan menculik lebih dari 200 lainnya.
Serangan Israel merusak pemukiman, menghancurkan lima rumah sakit, dan menewaskan ribuan orang, sehingga lebih banyak orang terluka daripada yang dapat ditangani oleh fasilitas kesehatan tersisa yang masih beroperasi di Gaza, wilayah Palestina di mana dua juta orang lebih terjebak akibat blokade Israel sejak 2007.
Baca Juga: Israel Serang Masjid di Kamp Pengungsi Tepi Barat, Klaim Digunakan Milisi Hamas Jadi Pusat Komando
"Kami kekurangan segalanya, dan kami harus menangani operasi yang sangat rumit," kata Abed, yang bekerja bersama organisasi bantuan kemanusiaan, Medecins Sans Frontieres, kepada AP di Rumah Sakit Al Quds.
Meskipun militer Israel telah memberikan perintah evakuasi sejak Jumat (20/10/2023), pusat medis itu tetap beroperasi dan masih merawat ratusan pasien.
Selain itu, sekitar 10.000 warga Palestina yang terusir akibat serangan juga mencari perlindungan di kompleks rumah sakit tersebut.
"Semua orang ini sangat ketakutan, dan saya juga," kata Abed.
"Tapi tidak mungkin bagi kami untuk melakukan evakuasi."
Beberapa bahan makanan, air, dan obat-obatan pertama kali mulai masuk Gaza dari Mesir pada Sabtu (21/10/2023), setelah tertahan di perbatasan selama beberapa hari.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dari konvoi bantuan yang terdiri dari 20 truk itu, empat di antaranya membawa obat-obatan dan persediaan medis.
Namun, para pekerja kemanusiaan dan dokter memperingatkan jumlahnya masih jauh dari cukup untuk mengatasi krisis kemanusiaan yang semakin memburuk di Gaza.
Baca Juga: Joe Biden: Tidak Perlu Jadi Orang Yahudi untuk Jadi Zionis, Saya adalah Seorang Zionis
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Edy-A.-Putra
Sumber : Associated Press