Rakyat Australia Gelar Referendum Bersejarah, Suara Pribumi Aborigin untuk Parlemen 14 Oktober 2023
Kompas dunia | 30 Agustus 2023, 17:31 WIBCANBERRA, KOMPAS.TV - Rakyat Australia akan memberikan suara pada 14 Oktober mendatang dalam referendum usulan undang-undang untuk membentuk apa yang disebut sebagai "Suara Pribumi" dalam parlemen, dalam referendum pertama negara ini dalam satu generasi.
Perdana Menteri Anthony Albanese, Rabu (30/8/2023), mengumumkan tanggal referendum, memicu lebih dari enam minggu kampanye yang semakin intens oleh kedua pihak yang berselisih pendapat.
Melansir Associated Press, referendum akan mengukuhkan dalam konstitusi, Suara Pribumi di Parlemen, bertujuan memberi suara lebih banyak kepada minoritas etnis yang paling terpinggirkan di negara ini dalam kebijakan pemerintah.
Albanese mendorong masyarakat untuk memberikan suara "ya" karena jajak pendapat menunjukkan bahwa lebih dari 80% populasi pribumi Australia - orang-orang pribumi Aborigin dan Kepulauan Torres - bermaksud melakukannya.
"Marilah kita sangat jelas mengenai alternatifnya: karena memilih 'tidak' tidak akan membawa ke mana-mana. Ini berarti tidak ada perubahan," kata Albanese kepada 400 pendukung suara di kota Adelaide.
"Memilih 'tidak' menutup pintu peluang untuk maju. Saya katakan hari ini, jangan menutup pintu pengakuan konstitusional, jangan menutup pintu untuk mendengarkan komunitas untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Jangan menutup pintu ide yang berasal dari orang-orang Aborigin dan Kepulauan Torres sendiri, dan jangan menutup pintu bagi generasi berikutnya dari orang-orang pribumi Australia. Coblos 'ya'," tambah Albanese.
Australia belum pernah mengadakan referendum sejak tahun 1999 dan referendum belum pernah disetujui sejak tahun 1977. Tidak ada referendum yang pernah disetujui tanpa dukungan lintas partai dan partai-partai utama masih berselisih mengenai Suara Pribumi ini.
Baca Juga: Respons Australia Atas Tindakan Militer Myanmar yang Menahan Aung San Suu Kyi
Para pendukung berpendapat bahwa memberikan suara kepada orang Pribumi untuk turut serta dalam kebijakan yang memengaruhi hidup mereka akan mengurangi kerugian yang mereka alami.
Orang Pribumi Australia menyumbang 3,8% dari populasi dan mereka meninggal sekitar delapan tahun lebih muda daripada populasi luas Australia.
Megan Davis, seorang pengacara Pribumi yang membantu merancang proposal Suara Pribumi, mengatakan penduduk Pribumi di pedalaman tidak perlu pindah ke ibu kota nasional Canberra untuk "berbicara tentang hukum dan kebijakan yang dibuat tentang hidup mereka."
"Praktik terbaik secara global mengatakan kepada kita bahwa manusia cenderung berkembang lebih baik jika mereka memiliki kendali atas hidup mereka," kata Davis kepada audiens yang sama dengan Albanese. "Untuk bermimpi, punya visi, membuat rencana: ini adalah inti dari Suara. Ini memungkinkan orang-orang kami memiliki tempat di meja."
Para pendukung Suara mengatakan tidak akan ada hak veto Pribumi atas kebijakan pemerintah dan para legislator bebas untuk mengabaikan representasi dari Suara.
Namun para penentang berpendapat, pengadilan mungkin akan menafsirkan kekuatan konstitusional Suara dengan cara yang tidak dapat diprediksi, menciptakan ketidakpastian hukum. Mereka juga mengatakan Suara Pribumi ini akan menjadi perubahan terbesar yang pernah terjadi dalam demokrasi Australia dan akan memecah belah bangsa menurut garis rasial.
Albanese lama mempertahankan keyakinannya bahwa referendum ini akan berhasil meskipun jajak pendapat menunjukkan bahwa dukungan mayoritas margin untuk Suara ini merosot dalam beberapa bulan terakhir karena perdebatan publik semakin memanas dan memecah belah.
Baca Juga: Kepala Suku Pribumi Brasil Ini Kirim Surat ke Macron Minta Tolong Selamatkan Hutan Amazon
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Associated Press