Termasuk Indonesia, 1 dari 3 Orang di Dunia akan Tinggal di Daerah Bersuhu Panas Ekstrem Tahun 2080
Kompas dunia | 24 Mei 2023, 03:05 WIBLONDON, KOMPAS.TV - Sepertiga dari populasi dunia akan tinggal dalam kondisi yang sangat panas tahun 2080 jika dunia terus berlanjut seperti saat ini, dan negara-negara di Afrika Barat dan Teluk Persia akan jatuh ke dalam zona panas ekstrem, demikian laporan Bloomberg pada Selasa (23/5/2023).
Suhu rata-rata global diperkirakan akan naik sebesar 2,7 derajat Celsius dalam dua dekade terakhir abad ini, menurut peneliti dari Global Systems Institute di Universitas Exeter.
Mereka mendefinisikan daerah-daerah dengan suhu sangat panas, atau daerah-daerah yang jatuh di luar niche atau ceruk manusia, dengan suhu rata-rata tahunan di atas 29 derajat Celsius.
"Emisi seumur hidup 3,5 orang rata-rata global saat ini (atau 1,2 orang rata-rata Amerika Serikat) akan menghadapkan satu orang di masa depan pada panas yang belum pernah terjadi sebelumnya pada akhir abad ini," tulis para peneliti dalam studi yang berjudul Quantifying the Human Cost of Global Warming.
Peningkatan suhu akan menyebabkan peningkatan kematian akibat panas, menurunkan produktivitas, mengurangi hasil panen, meningkatkan migrasi, dan penyebaran penyakit menular.
Menurut studi tersebut, daerah-daerah di Burkina Faso, Mali, Qatar, Aruba, dan Uni Emirat Arab (UEA) hampir seluruhnya akan berada di luar niche manusia.
Baca Juga: Jokowi: Pemerintah Kerja Konkret Perbaiki Lingkungan sebagai Komitmen Hadapi Perubahan Iklim
Dalam hal jumlah orang yang terkena dampak, India, Nigeria, dan Indonesia akan menderita dampak terburuk, dengan masing-masing 600 juta, 300 juta, dan 100 juta penduduknya keluar dari niche ini pada akhir abad ini.
Kemampuan suatu negara dan penduduknya untuk bertahan dari panas ekstrem akan sangat bergantung pada kekayaan mereka.
"Ini tergantung pada sumber daya yang Anda miliki untuk melindungi diri dalam iklim yang ada, dan itu bergantung pada seberapa kaya Anda," kata Profesor Timothy Lenton, direktur Global Systems Institute, dalam wawancara.
Penulis : Edwin Shri Bimo Editor : Vyara-Lestari
Sumber : Bloomberg